Saturday, June 11, 2011

pendidikan islam masa kemunduran

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Sebelum abad ke VII M pendidikan dan kebudayaan islam mengalami masa kejayaan yang mana kejayaan tersebut adalah sebagai akibat dari berpadunya unsur-unsur pembawaan ajaran islam dengan unsur-unsur yang berasal dari luar sehingga berkembanglah berbagai ilmu pengetahuan.
Akan tetapi pada abad ke VIII M pendidikan dan kebudayaan islam tersebut mengalami kemunduran. Hal ini terjadi karena bangsa-bangsa Eropa berusaha untuk merembeskan kekayaan budaya islam ke barat, dan bersamaan waktunya dengan datangnya bangsa timur untuk menghancurkan dan memusnahkannya. Peristiwa mundurnya kaum muslimin dari Spanyol dan keruntuhan Baghdad dengan segala akibatnya adalah merupakan masa semakin memudarnya mercusuar kebudayaan islam.
Maka dari itu, kami merasa perlu untuk mengkaji kembali apa yang menyebabkan kemunduran pendidikan dan kebudayaan tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang melatarbelakangi kemunduran pendidikan Islam?
2.      Apa saja faktor-faktor kemunduran umat Islam?
3.      Bagaimana sistem pendidikan Islam periode kemunduran pendidikan Islam?
C.    Tujuan
1.     Mengetahui latarbelakang kemunduran pendidikan Islam.
2.     Mengetahui kemunduran umat Islam.
3.     Mengetahui pendidikan Islam periode kemunduran pendidikan Islam.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Kemunduran Pendidikan Islam
Setelah mengalami masa kejayaan, umat Islam mengalami masa kemunduran dalam berbagai bidang. Hal ini dimulai dengan runtuhnya kekuasaan Islam di Bagdad dan di Cordova.
Daulah Abbasiyah berdiri sejak tahun 132 H/750 M-656 H/1258 M. Bagdad yang merupakan pusat kedaulatan Abbasiyah yang pertama kali dipimpin oleh Abu Abbas As Saffah, telah menguasai berbagai daerah yang ada dan memimpin daerah tersebut. Di bawah kekuasaan daulah Abbasiyah Islam mengalami kemajuan dalam berbagai bidang terutama dalam bidang pendidikan. Para pemimpin daulah Abbasiyah lebih memikirkan bidang pendidikan daripada daulah umayyah sebelumnya yang lebih focus pada bidang kemiliteran.
Daulah Abbasiyah sangat menonjol dalam bidang pendidikan pada masa kekhalifahan Al Makmun. Khalifah Al Makmun adalah seorang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan diatas segalanya dan dia juga selalu memikirkan agama Islam dengan ilmu pengetahuan tersebut. Dia berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan dan menerjemahkan buku-buku dari Yunani serta mengembangkan ilmu-ilmu dengan mendapatkan temuan baru. Filsafat Yunani yang bersifat rasional menjadikan Khalifah Al Makmun terpengaruh dan mengambil teologi Mu’tazilah menjadi teologi negara. Dalam masa itu, Islam menjadi Negara yang tak tertandingi dalam bidang pendidikan serta banyak memberikan sumbangan ilmu pengertahuan terhadap dunia.
Namun setelah silih bergantinya Khalifah, Islam mulai mengalami kemunduran terhadap bidang pendidikan. Hal ini juga berhubungan dengan keruntuhan daulah Abbasiyah sebagai suatu kedaulatan yang besar. Terjadinya jurang pemisah antara kekhalifahan dan komunitas keagamaan terutama dalam hal “ kemakhlukan Al Qur’an “ yang membuat terjadinya perselisihan antara beberapa kelompok. Kelompok yang satu mengatakan bahwa Al Qur’an itu adalah amkhluk yang diciptakan oleh Allah dan kelompok yang satu lagi menyatakan bahwa Al Qur’an merupakan Kalam Allah, bukan makhluk.
Hancurnya Islam pada masa daulah Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi faktor interen dan faktor eksteren.
Dalam bidang interen yaitu :
1.      Adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam daulah Abbasiyah terutama Arab, Prsia dan Turki
2.      Adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering menyebabkan timbulnya konflik berdarah
3.      Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari kekuasaan pusat di Bagdad. Dikarenakan lemahnya penerus khalifah selanjutnya maka banyak kerajaan-kerajaan kecil yang memberontak terhadap daulah Abbasiyah dan ingin membentuk dinasti sendiri.
4.      Kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik. Pada awalnya daulah Abbasiyah adalah suatu kerajaan yang kaya akan harta, tetapi dikarenakan penerus khalifah berikutnya terbiasa bermewah-mewah sehingga keuangan menjadi terbuang sia-sia tanpa digunakan untuk hal yang berguna.
5.      luasnya wilayah kekuasaan. Untuk mengatur daerah kekuasaan yang luas ini, diperlukan rasa saling percaya antar penguasa dan bawahannya. Tapi pada masa-masa akhir daulah Abbasiyah, kepercayaan inilah yang hilang diantara mereka.
6.      dominasi militer. Pada masa khalifah al Mu’tasim, banyak direkrut jajaran militer dari budak-budak Turki. Dan ada sebagian dari mereka yang diangkat menjadi gubernur untuk memimpin suatu daerah. Namun, pada kelanjutannya mereka secara perlahan mengendalikan pemerintahan. Ini juga disebabkan pengauasa daulah yang lemahdan tidak mampu melawan mereka, sehingga memberi mereka kesempatan untuk mengatur pemerintahan.
Adapun dari bidang eksterennya adalah :
1.        Perang salib yang terjadi dalam beberapa gelombang.
2.        Hadirnya tentara mongaol dibawah pimpinan Hulagu Khan, yang menghancurkan daulah Abbasiyah dan membakar seluruh buku-buku ilmu pengetahuan yanga ada di Bagdad.
Sebab yang terakhir inilah yang menjadi puncak runtuhnya daulah Abbasiyah di Bagdad serta mundurnya bidang pendidikan lebih tampak nyata.[1]
Sedangkan kemunduran di Cordova (Spanyol) pada masa daulah Umayyah II (756-1031). Daulah Umayyah II yang dipimpin pertama kali oleh Abdurrahman Ad Dakhil yang merupakan pelarian dari penguasa Abbasiyah. Puncak kekuasaan daulah Umayyah II terjadi pada masa pemerintahan Abdurrahman III (912-961) dan Al Hakam (961-976). Kemajuan pada masa itu terlihat dalam berbagai bidang antara lain bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan intelektual. Di Cordova yang merupakan pusat daulah Umayyah II telah berdiri suatu universitas yang terpercaya dan mampu menandingi dua universitas besar lainnya, yaitu universitas Al Azhar di Kairo dan Nizamiyah di Bagdad. Universitas ini menarik banyak mahasiswa, baik mahasiswa kristen maupun mahasiswa dari negara Eropa lainya.
Pertemuan antara peradaban Arab Islam dengan peradaban masyarakat setempat menjadikan daerah itu pada masanya mempunyai kebudayaan Islam yang tinggi. Sehingga Spanyol menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam di daerah barat. Tetapi kemajuan tersebut ditentukan oleh penguasa yang memiliki sikap kuat dan berwibawa yang mampu mempersatuka Islam.
Setelah mencapai kemajuan da kesuksesan dalam berbagai bidang dan selama beberapa abad menjadi kiblat ilmu pengetahuan, akhirnya Spanyol mengalami kemunduaran yang disebabkan oleh berbagai hal. Diantaranya yaitu :
1.        Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan yang menyebabkan munculnya munculnya perebutan kekuasaan diantara ahli waris.
2.        Lemahnya figur dan kharismatik yang dimiliki khalifah khususnya sesudah khalifah Al Hakam II. Khalifah hanyalah sebagai simbol saja, sedang pelaksanaan pemerintahannya dijalankan oleh Wazir
3.        Perselisihan diantara umat Islam itu sendiri yang disebabkan perbedaan kepentingan atau karena perbedaan suku dan kelompok yang merupakan peluang bagi pihak kristen untuk memecah belah Islam.
4.        Konflik umat Islam dan kristen, kebijakan para penguasa Muslim yang tidak melakukan Islamisasi secara sempurna dan hanya diwajibkan membayar upeti pada penguasa Islam di Spanyol.
5.        Munculnya Muluk At Tawaif ( kerajaan-kerajaan kecil ) yang masing-masing saling berebut kekuasaan.
Hal ini diperburuk dengan serangan pihak kristen yang sudah menyatu dan letak Spanyol yang terpencil dari daerah Islam lainnya sehingga Spanyol harus berjuang sendri tanpa adanya bantuan.
Dengan runtuhnya kekuaan Islam di Bagdad dan di Cordova maka mulailah kemunduran pendidikan dan kebudayaan Islam. Dan kehancuran total yang dihadapi kota-kota pendidikan dan kebudayaan Islam yang mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi pendidikan Islam dan melemahnya pemikiran yang disebabkan antara lain :
1.        Telah berlebihnya filsafat Islam ( yang bersifat Sufistik )
                 Kehidupan sufi berkembang dengan cepat. Keadaan umat yang frustasi menyebabkan kembali pada Tuhan dalam arti bersatu dengan tuhan, sebagaimana duiajarkan oleh para sufi. Di setiap Madrasah diajarkan tentang ajaran-ajaran sufisme, sehingga di dalam Madrasah hanya ada ilmu-ilmu agama sedangkan ilmu-ilmu lainnya tidak termasuk dalam pengajaran.
2.        Sedikitnya kurikulum Islam
                 Pada Madrasah-madrasah, pengajaran umumnya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan, seperti ilmu-ilmu yang murni yaitu : Tafsir, Hadis, Fikih dan Ushul Fikih, Ilmu Kalam, dan Teologi Islam sudah mulai tertinggal karena penyempitan kurikulum pada masa itu. Pada beberapa Madrasah tertentu, Ilmu Klam dicurigai, yang lebih di fokuskan kepada ilmu yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dan juga materi yang ada banyak sedangkan waktu yang diberikan untuk mempelajarinya hanya sedikit sehingga para pelajar tidak terlalu memahami suatu ilmu.
3.        Tertutupnya pintu ijtihad
                 Dengan dikuranginya kebebsan berpendapat dan memikirkan sesuatu dengan akal, maka banyak para ahli tersebut hanya mengutip ijtihad para ahli sebelumnya tanpa menemukan pemecahan terbaru tentang hal-hal permasalahan yang sedang berkembang dari hasil pemikiran mereka. Sehingga timbul pernyataan yang mengatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup.
Melihat hal-hal tersebut, maka jelaslah Islam mengalami masa kemunduran terutama dalam bidang pendidikan.[2]
B.       Faktor-Faktor Kemunduran Umat Islam[3]
Selain faktor-faktor di atas, terjadinya kemunduran pendidikan Islam tidak terlepas karena adanya kemunduran yang terjadi pada umat Islam. Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat islam secara eksternal kita rujuk paparan al-Hasan, faktor-faktor tersebut adalah :
1.      Faktor  ekologi dan alami, yaitu kondisi tanah dimana negara-negara islam berada adalah gersang, atau semi gersang. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar. Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syiria dan Iraq. Karena faktor ini penduduk tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu dan kepada pendidikan.
2.      Perang salib yang terjadi dari 1096-1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. ”Perang Salib” menurut Bernand Lewis,” pada dasarnya merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.
3.      Hilangnya perdagangan islam internasional dan munculnya kekuatan barat. Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai petualangannya. Dalam mencari rute ke India ia menempuh jalur yang melewati negara-negara islam. Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara islam. Disaat itu kekuatan ummat islam baik di laut maupun di Barat dalam sudah memudar. Akhirnya pos-pos perdagangan itu dengan mudah dikuasai mereka.
Meskipun barat muncul sebagai kekuatan baru, umat muslim bukanlah peradaban yang seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit lagi. Peradaban islam terus dan bahkan berkembang secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman barat. Akan tetapi kolonialis melihat bahwa kekuatan islam yang selama itu berhasil mempersatukan berbagai kultur, etnik, ras, dan bangsa dapat dilemahkan yaitu dengan cara adu domba dan teknik divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya negara-negara islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.
Menurut Ibnu Khaldun faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban lebih bersifat internal dari pada eksternal. Suatu peradaban dapat runtuh karena timbulnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat menerapkan gaya hidup malas yang disertai sikap bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya negatif tapi juga mendorong tindak korupsi dan dekadensi moral.
M. M. Sharif dalam bukunya Muslim Thougt, mengungkapkan gejala kemunduran pendidikan dan kebudayaan islam tersebut sebagai berikut : kita saksikan bahwa pikiran islam telah melaksanakan satu kemajuan yang hebat dalam jangka waktu yant teletak diantar abad ke VII dan abad ke XIII M. Selanjutkan diungkapkan juga bahwa sebab-sebab pikiran islam menurun dan melemah antara lain sebagai berikut :
1.      Telah berkelebihan filsafat islam (yang bercorak sufistis) Al-Ghazali di Timur dan berkelebihannya pula Ibnu Rusyd dalam memasukkan filsafat islamnya (yang bercorak rasionalistis) ke dunia islam barat. Sehingga Al-Ghazali dengan filsafat islamnya menuju kerohania hingga menghilang ke dalam maga tasawuf mendapat sukses di timur, dan Ibnu Rusd dengan filsafatnya yang bertentangan dengan Al-Ghazali dengan munuju ke jurang materialisme mendapat sukses di Barat.
2.      Ummat islam, terutama pada pemerintahannya (khalifah, sultan, amir-amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang mana pada mulanya mereka memberi kesempatan untuk berkembang dan memperhatikan ilmu pengetahuan dengan memberikan penghargaan yang tinggi kepada para ahli ilmu pengetahuan. Namun pada masa ini mereka lebih mementingkan pemerintahan, begitu juga dengan para ahli ilmunya yang telibat dalam urusan-urusan pemerintahan.
3.       Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran yang mengakibatkan berhentinya   kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan di dunia islam.
C.      Sistem Pendidikan Islam Periode Kemunduran Pendidikan Islam
            Kemunduran pendidikan Islam terletak pada merosotnya mutu pendidikan dan pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Materi pelajarannya seperti dijelaskan Zuhairini yang dikutip oleh Syamsul Nizar, sangat sederhana. Materi yang diajarkan hanyalah materi-materi dan ilmu-ilmu keagamaan. Lembaga-lembaga pendidikan tidak lagi mengajarkan ilmu-ilmu filosofis, termasuk ilmu pengetahuan. Rasionalismepun kehilangan peranannya, dalam arti semakin dijauhi. Kedudukan akal semakin surut. Dengan dicurigainya pemikiran rasional, daya penalaran umat Islam mengalami kebekuan sehingga pemikiran kritis, penelitian dan ijtihad tidak lagi dikembangkan.
            Akibatnya, tidak ada lagi ulama-ulama yang menghasilkan karya-karya intelektualisme yang mengagumkan. Mereka lebih senang mengikuti pemikiran-pemikiran ulama terdahulu daripada berusaha melakukan temuan-temuan baru. Keterpesonaan terhadap buah fikiran masa lampau membuat umat Islam merasa cukup dengan pa yang sudah ada. Mereka tidak mau berusaha lebih keras lagi untuk memunculkan gagasan keagamaan yang cemerlang. Usaha yang mereka tempuh hanyalah sebatas pemberian syarah atau ta’liqah pada kritik-kritik ulama terdahulu yang bertujuan memudahkan pembaca untuk memahami kitab-kitab rujukan dengan menjelaskan kalimat-kalimatnya secara semantik atau menambah penjelasan dengan mengutip ucapan-ucapan para ulama lain.
Diantara sebab-sebab kemacetan pemikiran dan kemunduran umat Islam adalah lenyapnya metode berfikir rasional, yang pernah dikembangkan oleh mu’tazilah. Pemikiran rasional mu’tazilah yang telah menimbulkan peristiwa ” mihnah ”, telah mengundang antipati umat Islam bukan saja terhadap aliran mu’tazilah tetapi juga terhadap metode berfikir rasional. Sejak saat itu, masyarakat tidak mau mendalami ilmu-ilmu sains dan filosofis. Pemikiran logis dan ilmiah tidak lagi menjadi budaya fikir masyarakat Muslim sampai akhirnya pola berfikir mereka didominasi oleh supertisi, tahayul dan kejumudan.
Antipati terhadap mu’tazilah menyebabkan pengawasan yang ketat terhadap kurikulum. Jatuhnya paham mu’tazilah mengangkat posisi kaum konservatif menjadi kuat. Untuk mengembalikan paham Ahlussunnah sekaligus memperkokohkannya, ulama-ulama melakukan kontrol terhadap kurikulum di lembaga-lembaga pendikan. Karena ulama dianggap sebagai kaum terpelajar dan memiliki otoritas keagamaan dan masalah hukum Islam. Ulama-ulama ini menganut paham konservatif dan fundamental bahwa wahyu merupakan inti segala macam pengetahuan. Oleh karena itu mereka hanya mengedepankan ilmu-ilmu keagamaan di lembaga pendidikan Islam.
Ketauhidan yang diajarkan Muhammad SAW telah diselubungi khurafat dan paham kesufian. Mesjid-mesjid ditinggalkan khurafat oleh golongan besar dan awam. Mereka menghias diri dengan azimat penangkal penyakit dan tasbih. Mereka belajar pada fakir dan darwis serta menziarahi kuburan orang-orang keramat.mereka memuja orang-orang itu sebagai orang suci dan perantara dengan Allah, karena menganggap Dia begitu jauh bagi manusia biasa untuk pengabdian langsung.
Sebagaimana yang dikatakan oleh M. Natsir yang dikutip oleh Chadijah Ismail, kemurnian tauhid terancam, guru-guru, pemimpin-pemimpin kerohanian dikultus, dijadikan perantara menziarahi kuburan dan barang-barang peninggalan orang tua-tua dikeramatkan. Dengan rusaknya kemurnian tauhid, hubungan antara hamba dengan Tuhannya menjadi kabur, hubungan hamba dengan sesama manusia dan alam sekitarnya jadi tidak karuan. Amal Ibadah yang tadinya murni, kemasukan berbagai macam bid’ah dan khurafat. Esencial demokrasi dalam tata negara digantikan oleh feodalisme dalam bermacam-macam bentuk dan intensitasnya. Ruh ijtihad, kemerdekaan berfikir, semangat untuk menjajah, mencari kebenaran merosot, yang tumbuh malah jiwa serba turut ( taqlid ). Daya cipta lumpuh, yang timbul adalah daya imitasi dan kesenian berakomodasi dengan situasi kondisi.
Umat Islam banyak terpecah-pecah dalam kelompok-kelompok politik, aliran-aliran ilmu kalam dan filsafat Islam, golongan dan mazhab hukum fikih, jamaah-jamaah sufi dan tarikat. Ditambah dengan banyaknya hadits-hadits palsu dibuat orang dan tidak diperiksa dengan teliti sanad dan rawinya. Israiliyat dan nasraniyat dalam penafsiran sangat merusak citra Al Qur’an. Pintu ijtihad tertutup rapat.
Universitas Al Azhar yang didirikan abad X M jauh ditinggalkan oleh universitas Paris, Oxford dan Cambrige yang baru berdiri abad XIII M. universitas Islam Deobamd di India dan universitas Zaitunah di Tunisia tadak lagi dapat disebut universitas-universitas yang diharapkan oleh Al Qur’an.
Mata pelajaran seperti : Astronomi, física, nimia, kedokteran, biologi, sosiologi, ekonomi, politik sudah ditinggalkan karena dianggap bukan pelajaran agama, tapi itu ilmu umum. Padahal Al Qur’an tidak pernah membedakan bahwa kelompok pertama adalah ilmu agama dan kelompok kedua adalah ilmu umum.
Disamping itu, di zaman kemunduran banyak berkembang ajaran-ajaran tarekat yang tidak ada sandarannya Al Qur’an dan Hadits yang dapat dipegangi. Jabarti yang dikutip oleh Chadijah Ismail mengatakan : “ Orang Islam yang dulu pernah pertama kali mendirikan rumah sakit dan telah maju dalam bidang kedokteran, yang telah memberikan inspirasi bagi pendirian rumah sakit di seluruh Eropa, Semarang jatuh ke dalam keadaan yang menyangka percobaan nimia Francis semacam sihir.
Di dalam bidang fikih, yang terjadi adalah berkembangnya taqlid buta dikalangan umat. Dengan sikap hidup fatalistas tersebut, kehidupan mereka Sangay status, tidak ada problem-problem baru dalam bidang fikih. Apa yang sudah ada dalam kitab-kitab fikih lama dianggap sesuatu yang sudah baku, mantap dan benar, dan harus diikuti serta dilaksanakan sebagaimana adanya.
Kehidupan sufi berkembang dengan pesat. Madrasah-madrasah yang ada dan yang berkembang diwarnai dengan kegiatan sufi. Madrasah-madrasah berkembang menjadi zawiat-zawiat untuk mengadakan riyadah dibawah bimbingan an otoritas guru-guru sufi, yang selanjutya dikembangkan untuk menuntun para murid, yang dikenal berikutnya dengan istilah tarekat.
Keadaan yang demikian, sebagaimana yang dilukiskan oleh Fazlur Rahman yang dikutip oleh Syamsul Nizar : ” Di madrasah-madrasah yang bergabung dalam halaqah-halaqah dan zawiat-zawiat sufi, karya-karya sufi dimasukkan kedalam kurikulum formal, kurikulum akademis yang terdiri dari hampir seluruh buku-buku tentang sufi”.
Seseorang yang frustasi dan fatalis, tidak lagi percaya kepada kemampuannya untuk maju atau mengatasi problem kagamaan dan kemasyarakatan. Mereka lari dari kenyataan dan hanya mendekatkna diri kepada Tuhan. Untuk itu mereka masuk ke tarekat-tarekat sehingga tarekat sangat berpengaruh dalam hidup umat Islam.
Perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali. Kurangnya perhatian penguasa terhadap kehidupan intelektualisme, menambah umat Islam semakin tidak bergairah untuk melahirkan karya-karya intelektual sehingga ilmu pengetahuan Islam mengalami stagnasi. Keadaan yang demikian berlangsung selama masa kemunduran kebudayaan dan pendidikan islam, sampai abad ke 12 H/18 M.[4]
            Kondisi demikian diperburuk lagi oleh jatuhnya Kerajaan Abbasiyah oleh serangan orang-orang Tartar dan Mongol pada masa pertengahan abad ke-13 M, ketika kota Bagdad sebagai pusat ilmu dan kebudayaan hancur sama sekali. Sekitar 800.000 penduduk Bagdad dibunuh. Perpustakaan dihancurkan, ribuan rumah penduduk diratakan. Dalam peristiwa tersebut, umat Islam kehilangan lembaga-lembaga pendidikan dan buku-buku ilmu pengetahuan yang sangat berharga nilainya bagi pendidikan Islam. Musnahnya beribu-ribu buku, baik buku-buku tentang keagamaan maupun ilmu-ilmu sains dan filsafat, mempengaruhi perkembangan intelektualisme Islam, apalagi yang menyangkut kelestarian ilmu-ilmu pengetahuan dan filsafat dalam Islam. Ini salah satunya yang mempersulit umat Islam untuk mengembalikan kekayaan intelektual yang berharga seperti pada masa kejayaan semula.
            Oleh karena itu, upaya pembaruan pendidikan Islam yang telah dilakukan para tokoh-tokoh, sesungguhnya lebih ditujukan kepada sasaran pendidikan yang tentu disesuikan dengan ide pembaruan mereka. Misalnya, di Turki Usmani dengan pembaruanya Sultan Ahmad III, upaya pembaruan lebih banyak ditujukan pada: Pertama, pada pola pemikiran dan sikap yang tadinya anti Barat keproses kerja sama yang lebih intens dengan cara pengiriman duta-duta pelajar ke Eropa. Kedua, pendirian sekolah-sekolah modern, seperti sekolah teknik militer, dan Ketiga, pembentukan percetakan buku, hal ini dilakukan sebagai upaya mempermudah access informasi dari Barat.
            Upaya pembaruan yang dilakukan Sultan Mahmud II lebih ditujukan pada :
1.        Mencoba memasukan ilmu-ilmu umum ke sekolah-sekolah Islam (Madrasah).
2.        Mendirikan sekolah pengetahuan umum dan model sekolah Barat.
            Kelihatanya pembaharuan pendidikan Islam yang dilakukan Sultan Mahmud lebih mengarah pada perombakan model pendidikan yang menyangkut perubahan kurikilum dan metodologi. Sama seperti halnya di Turki Usmani Muhammad Ali Pasya tokoh pembaharu mesir mencoba melakukan upaya pembaruan pendidikan Islam dengan cara mendirikan model sekolah Barat, seperti sekolah kedokteran, sekolah sastra, dan lain sebagainya. Bahkan guru-guru yang didatangkan untuk mengajar pun banyak yang didatangkan dari Eropa ini artinya, upaya pembaruan yang telah dilakukan Ali Pasya lebih banyak pada persoalan pembenahan model sistem pendidikan Islam termasuk di dalamnya persoalan kurikulum.
            Dengan demikian, upaya pembaruan pendidikan Islam yang dilakukan beberapa tokoh diatas sesungguhnya lebih banyak melakukan pembenahan sistem pendidikan Islam yang meliputi; perubahan model pengajaran, kurikulim pengajaran termasuk materi, dan juga sarana prasarana pendidikan Islam.[5]



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Kemunduran pendidikan Islam pascajatuhnya Baghdad dan Cordova, sesungguhnya hanya karena akibat dari faktor-faktor kehancuran kekuasaan Islam (sosial, politik, dan keagamaan). Dengan jatuhnya pusat-pusat kekuasaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan Islam. Di samping itu juga, ternyata yang dialami oleh dunia pendidikan adalah sama, baik kaum Nasrani Spanyol maupun tantara Mongol sama sekali belum dapat menghargai batapa tingginya nilai ilmu pengetahuan.
            Sepanjang sejarahnya sejak awal dalam pemikiran Islam terlihat dua pola yang saling berlomba mengembangkakn diri, dan mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan penddikan umat islam, yakni pola pemikirang bersifat tradisional, yang selalu mendasarkan diri pada wahyu, yang kemudian berkembang menjadi pola pemkiran sufistik( pendidikan sufi ), yang sangat memperhatikan aspek batiniah. Sedangkan pola pemikiran yang rasional, ang mementingkan akal pikiran, menimbulan pola pendidikan empiris rasional, yang sangat memerhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan material.
Pada masa jayanya pendidikan islam, kedua pola tersebut menghiasi dunia islam, sebagai dua pola yang berpadu dan saling melengkapi. Setelah pemikiran rasional diambil alih pengembangannya oleh dunia barat ( eropa ) dan dunia islampun meninggalkan pola berpikir tersebut, maka dalam dunia islam tinggal pola pemikiran sufistis, sehingga mengabakan dan tidak menhasilkan perkembangan budaya islam yang bersifat material. Dari aspek inilah pendidikan dan kebudayan islam mengalami kemunduran, setidak-tidaknya dapat dikatan pendidikan islam mengalami kemandekan 




DAFTAR PUSTAKA

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam (menelusuri jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta : Prenada Media, 2007.

Suwito. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta : Prenada Media, 2005.

http://hadirukiyah.blogspot.com/2010/07/kemunduran-pendidikan-islam.html





[1]  Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, hal 172-174.
[2]  Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, hal 174-176.
[3]  http://hadirukiyah.blogspot.com/2010/07/kemunduran-pendidikan-islam.html

[4]  Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, hal 177-180

No comments:

Post a Comment

Followers