Friday, June 10, 2011

Pendidikan Islam Masa Khulafaurrasyidin

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pendidikan Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist untuk membentuk manusia yang seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Allah SWT, dan untuk memelihara nilai-nilai kehidupan sesama manusia agar dapat menjalankan pendidikan dapat menjalankan seluruh kehidupannya, sebagaimana yang telah ditentukan Allah dan Rosulnya demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Pada masa Nabi, pendidikan Islam berpusat di Madinah, setelah Rosulullah wafat kekuasaan pemerintahan Islam di pegang oleh Khulafaurrosyidin. Wilayah Islam telah meluas diluar jazirah Arab para kholifah ini memusatkan perhatiannya pada pendidikan keagamaan syiar agama dan kokohnya pendidikan.
Adapun pola pendidikan yang diterapkan pada masa Khulafaurrosyidin akan dibahas secara mendalam dalam bab-bab selanjutnya

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pola pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin?
2.      Dimana pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin?

C.      Tujuan Masalah
1.      Dapat mengetahui pola pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin.
2.      Dapat mengetahui dimana pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin.






BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pola Pendidikan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin
1.      Pola pendidikan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq (632-634)
Setelah Nabi wafat, sebagai pemimpin umat Islam adalah Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah. Masa awal kekhalifahan Abu Bakar diguncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi, dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan hal ini Abu Bakar memusatkan perhatiannya untuk memperangi para pemberontak yang dapat mengacaukan keamanan dan mempengaruhi orang islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran Islam.
Dengan demikian, dikirimlah pasukan untuk memberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rosulullah dan para khafid Al-Qur’an. Sehingga mengurangi jumlah sahabat khafidz yang hafal al-qur’an, oleh karena itu, Umar menyarankan kepada khalifah Abu bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an. Kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah Zaid bin stabit untuk mengumpulkan semua tulisan Al-Qur’an. Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.
Dari segi materi pendidikan islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan.
a.       Pendidikan keimanan yaitu, menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah SWT.
b.      Pendidikan akhlak, contoh : adab masuk rumah orang, sopan santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat. Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji.
c.       Kesehatan tentang kebersihan, gerak-gerik dalam sholat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
 lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah di Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah sahabat rosul yang terdekat, lembaga pendidikan Islam adalah masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidikan Islam, sebagai sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan lain sebagainya.[1]

2.      Pola pendidikan Islam pada masa Khalifah Umar Ibnu Khattab (634-644 M)
Sesaat sebelu Abu Bakar mennggal, beliau menunjuk Umar sebagai penggantinya setelah dimusyawarahkan dengan para sahabat lainnya.Pada masa Khalifah Umar bin Khattab,kondisi politikdalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah Islam pada masa Khalifah Umar meliputi Semenanjung Arabia, palestina, Syiria, Irak,Persia, dan Mesir.
Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluasnya pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki kererampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, sahabat – sahabat yang sangat berpengaruh tidak boleh keluar daerah kecuali atas izindari khalifah dan dalam kurun waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara umat Islam yang ingin belajar hadis harus pergi ke madinah, ini berarti bahwa penyebarab ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidfikan adalah terpusat di Madinah.
Dengan meluasnya Islam sampai ke jazirah Arab, tampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam di daerah – daerah yang baru di taklukkan. Untuk itu, Umar bin Khattab memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.[2]
Berkaitan dengan masalah  pendidikan ini,khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik melakukan pernyuluhan pendidikan dikota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masji- masjid dan pasar – pasar, serta mengangkat dan menunjuk guru –guru untuk tiap – tiap daerahyang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isin Al-Qur’an dan ajaran Islam lainnya seperti Fikih, kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Diantara sahabat – sahabat yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab ke daerah adalah Abdurahman bin Ma’qaal dan Imran bin Hshim. Kedua orang ini ditempatkan di Basyrah. Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk dihalaman masjid sedangkan murid melingkarinya.
Jadi dalam masa Khalifah Umar bin Khattabyang menjadi pendidik adalah Umar dan para sahabat – sahabat besar yang lebih dekat kepada Rasulullah dan memiliki pengaruh yang besar, sedangkan pusat pendidikannya selain di Madinah juga di Mesir, Syiria dan Basyrah.
Dengan meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru masuk Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat- sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah – daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. 
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, mata pelajaran yang diajarkan adalah membaca dan menulis Al- Qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok –pokok agama Islam. Pendidikan pada masa ini lebih maju dibandingkan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab, juga sudah mulai tampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa ini sudah ada pengajaran bahasa Arab.
Pada masa ini, pelaksanaan pendidikan lebih maju karena selama pemerintahan Umar Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, hal ini disebabkan telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan , juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok –pokok ilmu lainnya.
Pendidikannya dikelola dibawah pengaturan gubruryang berkuasa saat itu, serta diirigi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal, dan lain sebainya. Sedangkan sumber gaji para pendidik pada waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukkan dan dari baitulmall.
          

3.      Pola Pendifikan Islam Pada Masa Khalifah Usman bin Affan ( 23-35 H : 644 – 656 M )
Usman bin Affan adalah termasuk saudagar besar dan kaya juga sangat pemurah menafkahkan hartanya untuk kepentingan ummat Islam. Usman diangkat menjadi khalifah hasil dari pemilihan panitia enam ( Usman, Ali bin Abi Thalib, Thalhah,Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin Auf.) yang ditunjukoleh khalifah Umar bin Khattab menjelang beliau akan meninggal.  [3]
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan dimasa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rosulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah dimasa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah – daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah – daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam. Dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Khalifah Usman sudah merasa cukuip dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada usaha yang cemerlang yang telah terjadi dimasa ini yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat- ayat Al-Qur’an. Penyalinan  ini terjadi karena perselisihan dalam bacaan Al-Qur’an. Berdasarkan hal ini, khalifah Usman memerintahkan kepada tim untuk penyalinan tersebut, adapun timnya adalah: Zaid bin Tsabit,Abdullah bin Zubair, Zaid binAsh, dan Abdurrahman bin Harist.
Apabila terjadi pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebab al- Qur’an sebab Al- Qur’an ini diturunkan menurut dialek mereka sesuai dengan lisan Quraisy. Sementara Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy sedangkan ketiga tim lainnya adalah orang Quraisy.
Pada masa Khalifah Usman bin Affan, tugas mendidik dan mengajar umat diserahkan pada ummat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru- guru. Jadi para pendidik tersebut dalammelaksanakan tugasnya hanya mengharapkan keridhaan Allah semata.Adapun objek pendidikan pada masa itu terdiri dari:
1.      Orang dewasa dan  atau orang tua yang baru masuk Islam
2.      Anak – anak, baik orang tuanya telah lama memeluk Islam ataupun yang baru memeluk Islam
3.      Orsng dewasa dan atau orang tua yang telah lama memeluk Islam
4.      Orang yang mengkhususkan dirinya menuntut ilmu agama secara luas dan mendalam
Dari ke empat golongan terdidik tersebut, pelaksanaan pendidikan dan pengajaran tidak mungkin dilakukan dengan cara menyamaratakan tetapi harus diadakan pengklasifikasian yang rapid an sistematis, disesuaikan dengan kemampuan dan kesanggupan dari peserta didiknya. Adapun metode yang digunakan adalah:
1.      Golongan pertama menggunakan metode ceramah, hafalan, dan latihan dengan mengemukakan contoh – contoh dan peragaan.
2.      Golongan kedua menggunakan metode hafalan dan latihan
3.      Golongan ketiga menggunakan metode diskusi, ceramah, hafalan, tanya jawab
4.      Golongan keempat menggunakan metode ceramah, hafalan Tanya jawab, dan diskusi serta sedikit hafalan. Pendidikan dan pengajaran pada golongan ini lebih bersifat pematangan (dan pendalaman
Mata pelajaran yang di berikan disesuaikan dengan kebutuhan terdidik dengan urutan mendahulukan pengetahuan yang sangatmendesak / penting untuk dijadikan pedoman dan pegangan hidup beragama. Ada 3 fase  dalam pendidikan dan pengajarannya:
1.    fase pembinaan ; dimaksudkan untuk memberikan kesempatan agar terdidik  memperoleh kemantapan iman
2.   Fase pendidikan : ditekankan pada ilmu- ilmu praktis dengan maksud agar mereka dapat segera mengamalkan ajaran dan tuntunan agama dengan sebaik- baiknya dalam kehidupan sehari- hari
3.   Fase pelajaran : ada pelajaran –pelajaran lain yang diberikan untuk penunjang pemahaman terhadap Al-Quran dan Hadits, seperti bahasa Arab dengan tata bahasanya, menulis, membaca,syair dan peribahasa.[4]   
Pendidikan pada masa khalifah Usman ini tidak banyak terjadi  perkembangan, jika dibandingkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Hal ini disebabkan pada masa khalifah Usman urusan pendidikan diserahkan begitu saja pada rakyat. Dari segi pemerintahan khalifah Usman banyak timbul pergolakan dalam masyarakat sebagai akibat ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan khalifah Usman yang mengangkat kerabatnya dalam jabatan pemerintahan     

4.      Pola Pendidikan Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib. ( 35-40 H : 656-661 M )
Ali adalah khalifah yang keempat setelah Usman bin Affan. Pada masa pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah ( istri Nabi)  beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahfahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Usman,peperangan diantara  mereka di sebut perang Jamal ( unta ) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.[5]
Muawiyah sebagai gubernur di Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Peperangan ini disebut perang Shiffin, karena terjadi di Shiffin. Ketika tentara Muawiyah terdesak oleh pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan tahkim ( penyelesaian secara adil dan damai ). Semula Ali menolak, tetapi karena desakan dari beberapa tentaranya akhirnya Ali menerimanya, namun tahkim malah menimbulkan kekacauan, sebab Muawiyah curang, dengan tahkim tersebut, Muawiyah berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Alidengan cara tahkim , meninggalkan Ali dan membuat kelompok tersendiri yaitu khawarij.
Pada masa khalifah Ali ini terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa ini, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu khalifah Ali bin Abi Thalib tidak lagi memikirkan masaalah pendidikan karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Islam. Dengan demikian masalah  pola pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin tidak jauh berbeda dengan masa Nabi yang menekan pada pengajaran baca tulis dan ajaran –ajaran Islam yang bersumber pada Al- Qur’an dan Hadits Nabi.

B.       Pusat – Pusat Pendidikan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur rasyidin antarav lain:[6]
1.      Mekkah. Gurupertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabbal yang mengajarkan Al-Qur’an dan Fikih
2.      Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain Abu Bakar, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat- sahabat lainnya.
3.      Basrah. Sahabat yang termasyhurantara lain Abu Musa Al Asy’ari, seorang ahli fikih dan Al-Qur’an
4.      Kuffah. Sahabat- sahabat yang termasyhur disini adalah Ali bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Mas’ud yang mengajarkan Al-Qur’an ia adalah ahli tafsir, hadits, dan fikih.
5.      Damsyik (Syam)  sahabat  yang mengajarkan ilmu disana adalah Mu’az bin Jaba( di Palestina), Ubaidillah (di Hims), dan Abu Darda’( di Damsyik)
6.      Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli hadits.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
1.      Pola pendidikan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar sama dengan pola yang diterapkan pada masa Rosulullah baik dari segi materi ( keimanan, akhlak, dan kesehatan ) maupun dari segi lembaganya ( kuttab )
2.      Pada masa khalifah Umar bin Khattab pendidikan Islam sudah lebih meningkatdiman apada masa ini khalifah Umar sudah mengangkat guru-guru dan digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukkan.
3.      Pola pendidikan Islam pada masa khalifah Usman bin Affan diserahkan sepenuhnya pada rakyat dan sahabat tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi sudah boleh  mengajar ke daerah- daerah lain.
4.      Pola pendidikan Islam pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib kurang diperhatikan, hal ini dikarenakan pemerintahan Ali yang selalu dilanda konflik yang berujung pada kekacauan.
















DAFTAR PUSTAKA

Nizar, Samsul, Dr., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 1997

Soekarno, Drs.,Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 1983

Thohir, Ajid., Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: Raja Grafindo  Persada, 2004

Joesoef, Sejarah Daulah Khulafaur Rasiddin, Medan : Bulan Bintang, 1979

Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1990




[1] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, 2009, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, hal. 44.
[2] Ibid, hal : 47
[3] Ibid, hal : 48
[4] Soekarno, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 1983, hal : 60
[5] Ibid, Hal: 50
[6] Ibid, Hal: 51

No comments:

Post a Comment

Followers