Thursday, April 21, 2011

Filsafat Pendidikan Islam (penciptaan manusia)

BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pendidikan bagi manusia dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metode apa yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun non-formal, baik dalam rangka kelanjutan pendidikan disekolah maupun sebagai pengganti pendidikan disekolah. Manusia dalam kegiatan pendidikan adalah merupakan subyek maupun obyek yang terlibat didalamnya tanpa ada kejelasan konsep tentang manusia, maka akan sulit ditentukan arah yang akan dituju dalam pendidikan.

Berdasarkan pada pemikiran tersebut diatas, maka pemakalah ingin membahas lebih luas tentang pembahasan manusia dan pendidikan yang didalamnya akan dibahas tentang sejarah penciptaan manusia, aspek-aspek keperibadian manusia, manusia sebagai khalifah fil ard dan manusia sebagai pedagogic.



B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah penciptaan manusia itu? Jelaskan?!

2. Sebutkan dan jelaskan aspek-aspek keperibadian manusia?

3. Jelaskan tentang manusia sebagai khalifah fil ard?

4. Jelaskan pula tentang manusia sebagai pedagogik?



C. Tujuan masalah

1. Agar memahami lebih jelas tentang sejarah penciptaan manusia.

2. Agar mengetahui aspek-aspek keperibadian manusia.

3. Agar mengetahui dan memahami kedudukan manusia sebagai khalifah fil ard.

4. Agar faham tentang manusia sebagai pedagogik.




BAB II 
PEMBAHASAN



A. Sejarah Penciptaan Manusia

Salah satu spesies makhluk hidup di bumi ini adalah manusia. Keberadaannya pertama kali di bumi ini tidak diketahui secara pasti. Sejarah panjangnya merupakan rangkaian peristiwa yang terputus-putus. Namun, sebagaimana kita pikirkan bahwa keberadaan bumi seharusnya mendahului keberadaan manusia sebagai fungsi di atasnya. Walaupun mungkin saja terjadi, sebelum menghuni bumi ini, manusia telah berada di tempat lain kemudian mengadakan eksodus ke atas bumi.

Teori evolusi mengatakan bahwa alam ini, termasuk manusia yang berada di dalamnya berkembang secara evolusionis, dari benda yang sangat sederhana yang berkembang sedemikian rupa menjadi benda yang lebih kompleks. Perjalanan yang sangat panjang itu menceritakan perkembangan sampai menjadi manusia seperti sekarang ini. Dan prediksi ke depan manusia terus akan berkembang dan mengalami transformasi ke bentuk lainnya yang lebih kompleks.

Pandangan ahli agama mengatakan bahwa manusia pertama tidak diciptakan di tempat ini (di bumi), dan bukan merupakan bagian panjang dari sejarah alam seperti diperkirakan dalam pandangan evolosionisme. Manusia pertama yang disebut dengan Adam itu diciptakan di surga. Dalam kitab suci Al-Qur’an disebutkan, bahwa ketika Tuhan hendak menciptakan manusia (khalifah di atas bumi), Dia berdialog dengan malaikat. Malaikat mempunyai persepsi buruk tentang keberadaan makhluk baru itu. Akan tetapi Tuhan akan memberikan pengajaran atau pendidikan kepadanya.[1]

Dalam kitab suci al-Qur’an disebutkan, bahwa ketika Tuhan hendak menciptakan manusia (khalifah di atas bumi), Dia berdialog dengan malaikat. Malaikat mempunyai persepsi buruk tentang keberadaan makhluk baru itu. Akan tetapi Tuhan akan memberikan pengajaran atau pendidikan kepadanya. Yang tercantum dalam QS:2 :31 (al-Qur’an Surat al-Baqarah, ayat 31).[2] Tuhan telah menciptakan Adam di dalam surga dengan aturan tidak boleh mendekati dan memakan buah pohon khuldi. Tetapi ketika Adam mendapatkan pasangannya bernama Hawa, dia tergoda oleh bujuk rayu pasangannya itu untuk mendekati dan memakan buah larangan itu. Atas pelanggarannya tersebut Adam dan Hawa diturunkan dari surga ke atas bumi. Jadilah mereka penghuni bumi pertama yang datang dari tempat lain, kemudian dilanjutkan dengan anak keturunannya. Anak keturunannya diciptakan dari sel-sel sperma dan ovum. Kehidupan Adam dan keturunannya ini mempunyai peran besar dalam kehidupan di bumi ini, dengan mengelola, memanfaatkan dan melestarikannya. Peran itu diwujudkan pula untuk pengembangan diri dan lingkungannya supaya mempunyai dukungan positif terhadap kehidupannya. Peran-peran itu kemudian ditransformasikan kepada generasi berikutnya melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan tidak pernah lepas dari manusia dan selalu berpusat pada manusia dan kehidupannya, baik sebagai subjek maupun sebagai objek. Tiada pendidikan tanpa manusia dan tiada manusia tanpa pendidikan. Hubungan manusia dengan pendidikan ini bersifat simbiosis, manusia mengembangkan pendidikan dan pendidikan mengembangkan manusia dan kehidupannya.



B. Aspek-Aspek Keperibadian Manusia

1. Aspek Fisik Manusia

Pandangan satu pihak tentang manusia lebih menekankan pada realitas dan fungsi-fungsi jasmani.[3] Anggapan demikian menunjukkan bahwa keberadan dan kehidupan manusia sangat ditentukan oleh fisiknya. Keberadaannya berasal dari alam dan bekerja menurut hukum alam. Semua yang dikerjakan dan diperbuat oleh manusia merupakan kausalitas alami tanpa diintervensi oleh aspek lainnya. Seperti Anda tidak dapat menahan diri dan tidak dapat menolak untuk menjadi tua, karena menjadi tua adalah hukum alam yang tidak mungkin dihindari. Secara fisiologis (jasmani), keturunan manusia diciptakan dari sel-sel sperma yang bersatu dengan sel-sel telur (ovum) dalam rahim seorang ibu yang mengandungnya, sehingga kemudian menjadi segumpal darah, darah kemudian menjadi daging, dan daging membentuk tulang-belulang sampai hari kelahirannya mencapai kelengkapan fisiologis yang diperlukan untuk hidup. Hal demikian terjadi secara alami. Namun hal ini belum menjawab pertanyaan dari manakah manusia pertama yang menjadi sebab lahirnya manusia lainnya sebagaimana menjadi teka-teki di atas. Tentunya manusia pertama tidak terdiri dari pencampuran sperma dan ovum sebagaimana terjadi pada keturunannya. Kalau setiap sperma dan ovum berasal dari manusia, maka akan terjadi peristiwa yang berkelanjutan tanpa ada batasnya (et infinitum). Aspek fisik/jasmani manusia yang hidup di alam ini tunduk kepada hukum alam, sehingga ia memerlukan penyesuaian diri dengan tuntutan hukum-hukum alam. Keberlanjutan kehidupannya hanya bisa terwujud bilamana kebutuhan fisiknya secara alami dapat terpenuhi, seperti makan, minum, menghirup udara dan lain sebagainya. Aspek fisik ini mempunyai kemampuan untuk meneruskan atau melanjutkan keturunannya dengan cara berkembang biak melalui fungsi-fungsi biologisnya.[4] Fungsi ini tidak terdapat pada aspek lainnya. Aspek biologis sebagaimana disebutkan tadi bersifat fisik/materi, sehingga dapat diketahui dan diserap melalui indera kita.

2. Aspek Psikis Manusia

Pandangan lain lebih menekankan pada realitas dan fungsi-fungsi ruhani. Aktivitas dan perbuatan manusia secara lahir sangat ditentukan oleh aspek ruhaninya,[5] karena aspek jasmani hanya merupakan bayangan dari realitas ruhani. Aspek ini dianggap telah ada sebelum manusia lahir ke dunia ini dan akan melanjutkan kehidupannya di akhirat nanti ketika jasadnya sudah meninggal dunia. Kehidupan ruhani yang telah mengalami kehidupannya sebelum hidup di dunia ini dan terus akan hidup secara ruhani walaupun jasadnya sudah mati adalah lebih penting. Oleh karena itu, aspek manusia tidak bersifat fisik semata sebagaimana dideskripsikan di atas. Pengamatan terhadap aspek fisik semata tidak dapat menjelaskan manusia secara utuh, bahkan tidak mencukupi untuk memperjelas konsep manusia, karena manusia tidak diwakili oleh aspek fisiknya belaka. Untuk mengetahui lebih lanjut dimensi lain dari manusia ikuti uraian berikut. Anda menyebut diri Anda dengan aku. Apa yang disebut aku oleh Anda bukan yang bersifat fisik, karena aspek fisik itu hanyalah bagian dari aku, seperti rambutku, kepalaku, mataku, hidungku, telingaku dan lain-lain. Ketika bagian-bagian fisik itu terlepas dari Anda, maka aku Anda masih utuh dan Anda masih dapat menyebut diri Anda dengan diriku. Diri Anda tidak hilang bersamaan dengan hilangnya bagian-bagian fisik itu. Tetapi kalau seluruh tubuh itu hilang semua, maka Anda tidak dapat menyebut aku lagi, bukan hilangnya diri Anda, tetapi karena yang merepresentasikan Anda tidak ada. Dengan demikian, ada dimensi lain dari diri Anda yang tidak bersifat fisik, dan sering disebut dengan psikis (ruhani), sehingga manusia terdiri dari aspek jasmani dan ruhani yang terintegrasi. Manusia lebih mudah dikenal secara fisik, seperti mengenal benda lainnya. Aspek fisik manusia bisa dikenal melalui pancaindera kita. Aspek ruhani manusia adalah sesuatu yang tidak bersifat fisik/materi (immateri).

Aspek kejiwaan atau aspek ruhani (spiritual) adalah sesuatu yang lain dari tubuh dan bentuk-bentuknya berbeda dengan bentuk tubuh. Secara etimologis spiritual berarti jiwa, sesuatu yang immaterial, supramaterial. Makna etimologis semacam ini meliputi atau mengandung term al-ruh, al-nafs, al-qalb dan al-‘aql.

Aspek jiwani/spiritual merujuk pada bagian dalam dari pandangan dualism manusia yang mengatakan bahwa manusia mempunyai aspek fisik dan psikis. Aspek spiritual adalah esensi manusia, terpisah dari fisik dan mempunyai potensi untuk mengetahui dan mengalami, serta sebagai subjek penerima informasi dari dalam maupun dari luar dirinya. Al-nafs adalah substansi spritual yang berdiri sendiri dan berasal dari alam ketuhanan, sehingga ia mampu mengenal dirinya sendiri dan ia tahu bahwa dirinya tahu. Seperti itu pula pandangan Ibn Maskawaih tentang al-nafs, walaupun Ibn Rusyd melihatnya sebagai aktivitas dan pengetahuan rasional. Al-nafs ini terdiri dari dua substansi al-qalb dan al-ruh. Al-qalb / hati adalah al-lathifah al-rabbaniyah / kelembutan Tuhan sebagai instrumen pencerapan pengertian ruhaniah guna mendapat pengalaman dan pengetahuan esoterik dan sebagai pusat pewahyuan. Ia dapat menjadi tempat ma’rifah /mengenal Allah, karena memang dipersiapkan untuk memandang keindahan Ilahi. Hati dianggap sebagai batas dan tempat pikiran yang sangat rahasia dan murni. Ia merupakan dasar yang paling dalam dari sifat pengetahuan.

Al-ruh dalam pandangan Suhrawardi sama dengan al-‘Aql al-Mustafad, sebagai prinsip rasional dan sebagai mode universal, dan berupa substansi kemalaikatan dan sebagai hakikat manusia, berfungsi mencari pengetahuan sejati. Ia dipersiapkan untuk mencintai Allah dan menerima cahaya dari-Nya. Cahaya itu dapat memancar ke seluruh bagian manusia bagaikan pelita dalam kamar, tanpa meninggalkan tempatnya, tetapi sinarnya menebar ke seluruh penjuru ruangan, sehingga ia merupakan kelengkapan pengetahuan yang tertinggi, dan bertanggung jawab terhadap cahaya penglihatan murni. Sebagian orang menerima pancaran cahaya suci yang datang dari alam ghaib. Pancaran ini memberikan pencerahan kepada seseorang sehingga segala sesuatu menjadi jelas. Tidak ada sesuatu yang bisa diketahui tanpa adanya cahaya. Akan tetapi melalui aspek ruhaninyanya manusia akan mendapatkan pencerahan batin sehingga ia tahu sesuatu melalui pencerahan itu.

Al-‘Aql merupakan substansi tunggal yang tak dapat dibagi, besifat spiritual, dan sebagai alat pencerapan pengertian ruhaniah yang dapat memahami dan membedakan kebenaran dan kepalsuan. Ia merupakan bagian yang merasakan pengetahuan. Walaupun terpisah dari materi (tubuh), ia memerlukan materi untuk pergerakannya. Al-‘aql yang merupakan cahaya Ilahi ini mempunyai kemampuan untuk menyerap makna yang tidak dapat ditangkap oleh indera.


C. Manusia Sebagai Khalifah Fil Ard

Kedudukan manusia dalam alam semesta selalu dihubungkan dengan konsep kekhalifahan manusia dimuka bumi dan konsep ibadah. Ayat- ayat tersebut dibawah ini, menjelaskan kedudukan manusia dialam raya ini sebagai khalifah dalam arti yang luas juga memberi isyarat tentang perlunya sikap moral atau etik yang harus ditegakkan dalam melaksanakan fungsi kekhalifahannya.[6] Quraish shihab, misalnya mengatakan bahwa hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk dengan yang ditaklukkan, atau dengan tuan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT, karena kalaupun manusia mampu mengelola (menguasai), namun hal tersebut bukan akibat kekuatan yang dimilikinyaa, tetapi akibat Tuhan menundukkannyauntuk maanusia.

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS. al-An'am [6]: 165).[7]



هُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ فِي الأرْضِ فَمَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَلا يَزِيدُ الْكَافِرِينَ كُفْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِلا مَقْتًا وَلا يَزِيدُ الْكَافِرِينَ كُفْرُهُمْ إِلا خَسَارًا

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”. (QS. al-Fathir [35]: 39)



أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً فَاذْكُرُوا آلاءَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS. al-A'raf [7]: 69)



Manusia merupakan mahluk yang memiliki kesadaran, kemerdekaan, dan kreativitas yang dinamis, dalam upaya memakmurkan bumi beserta isinya, dengan cinta, kepatuhan, dan ilmu pngetahuan yang disirami ruh Ilahiyah. Dengan potensi dan sarana yang dipandu akal dan wahyu, akan menempatkan manusia sebagai mahluk Allah SWT. yang mulia dimuka bumi.[8] Konsekuensi dari keutamaan yang dimilikinya, manusia dituntut untuk menggunakan kelebihan yang telah diberikan Allah SWT. sesuai dengan apa yang telah diperintahkan-Nya kepada manusia lewat nilai-nilai kewahyuan. Untuk itu, manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah SWT kelak di akhirat.sebagai pengemban amanat Allah untuk melaksanakan tugas kemanusiaan di muka bumi. Konsep ini sekaligus merupakan ciri khas yang membedakan manusia dengan mahluk Allah SWT lainnya.

Dengan demikian kedudukan manusia dialam raya ini disamping sebagai khalifah yang memiliki kekuasaan untuk mengolah alam dengan menggunakan segenap daya dan potensi yang dimilinya, juga sekaligus sebagai ’abd yaitu seluruh usaha dan aktifitasnya itu harus dilaksanakan dalam rangkaa ibadah kepada Allah SWT.



D. Manusia Sebagai Pedagogik

Mendidik melibatkan manusia, sebagai individu dan sebagai kelompok/masyarakat/bangsa. Manusia adalah ciptaan yang tidak sepenuhnya material, biologis, mekanistik, atau duniawi yang dalam rangka memahaminya kita “dipaksa” menggunakan filsafat (seperti para filsuf Barat) atau berfilsafat secara dogmatik (seperti para filsuf yang beragama) di samping memanfaatkan sains.[9]

Dari segi bahasa, pendidk, sebagaimana dijelaskan oleh WJS. poerwardarminta adalah orang yang mendidik, pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.[10] Kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya.

وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!". (QS. al-Baqarah [2]: 31)



Ketika menjelaskan pengertian guru atau pendidik selalu dikaitkaan dengan bidang tugas atau pekerjaan yang harus dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya pendidik itu adalah profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Tugas pendidik lebih dijelskan oleh S. Nasution menjadi tiga bagian :

1. Sebagai seorang yang mengkomunikasikan pengetahuan

2. Guru sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang diajarkannya merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari

3. Guru sebagai model pribadi, apakah disiplin, berfikir cermat, mencintai pelajarannya,dan lain sebagainya.


Sifat-sifat pendidik yang baik ada tujuh sebagai berikut :

1. Seorang guru harus memiliki sifat zuhud, yaitu tidak mengutamakan untuk mendapatkan materi dalam tugasnya, melainkan untuk mencari ridlo Allah.

2. Memiliki jiwa yang bersih dari sifat dan akhlak yang buruk.

3. Harus ikhlas dalam menjalankan tugasnya.

4. Bersifat pema’af terhadap muridnya.

5. Harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang ibu atau bapak sebelum ia menjadi seorang guru.

6. Mengetahui bakat, tabiat, dan watak murid-muridnya.

7. Menguasai bidang studi yang akan diajarkannya.



 
BAB III
PENUTUP



A. Kesimpulan

1. Tidak ada fakta sejarah yang bisa menunjukkan asal muasal manusia. Tetapi berusaha untuk memperjelas asal muasal manusia, yang menjadi salah satu spesies makhluk hidup di bumi ini. Keberadaannya pertama kali di bumi ini tidak diketahui secara pasti. Sejarah panjangnya merupakan rangkaian peristiwa yang terputus-putus. Namun, sebagaimana kita pikirkan bahwa keberadaan bumi seharusnya mendahului keberadaan manusia sebagai fungsi di atasnya. Walaupun mungkin saja terjadi, sebelum menghuni bumi ini, manusia telah berada di tempat lain kemudian mengadakan eksodus ke atas bumi.

2. Kepribadian manusia terdiri atas aspek jasmani yang berupa materi dan aspek ruhani yang berupa immateri.

3. Manusia sebagai mahluk yang mulia, menempati posisi yang istimewa yang diberikan Allah di muka bumi ini. Keistimewaan manusia ini terlihat dari fungsi yang diberikan Allah kepadanya yakni sebagai khalifah Allah di bumi. Firman-Nya dalam al-Quran surat Al-Baqarah [2]:30 :

وإذ قال ربّك للملئكة انّي جاعل فى الارض خليفة (البقرة )30

Artinya: “Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu berkata kepada malaikat “sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang Khalifah di muka bumi …. (QS. Al-Baqarah [2]:30).

Dari ayat tersebut terlihat bahwa manusia diberi kekuasaan untuk mengolah dan memakmurkan alam ini dalam rangka beribadah kepada Allah sehingga akan membedakannya dengan mahluk lain dalam kedudukan dan tanggung jawab. Konsekuensi dari kedudukan dan tanggung jawab tersebut , manusia akan diminta pertanggungang jawab atas segala amal yang dilakukannya dimuka bumi ini sebagai khalifah fil-ard.

4. Mendidik melibatkan manusia, sebagai individu dan sebagai kelompok/masyarakat/bangsa. Manusia adalah ciptaan yang tidak sepenuhnya material, biologis, mekanistik, atau duniawi yang dalam rangka memahaminya kita “dipaksa” menggunakan filsafat (seperti para filsuf Barat) atau berfilsafat secara dogmatik (seperti para filsuf yang beragama) di samping memanfaatkan sains.


B. Saran dan kritik

Dari semua penjelasan yang pemakalah paparkan, pemakalah berharap saran serta kritik dari para pembaca agar pemakalah dapat memperbaiki dan menyempurnakan kualitas dari pembuatan makalah serta meningkatkan mutu isi dari makalah tersebut.




DAFTAR PUSTAKA


Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Logos. 2007

Tim Learning Assistance Program for Islamic Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Dasar-dasar Pendidikan. Surabaya: Lapis. 2008

Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1995.
http://google/search / Sejarah Penciptaan Manusia.com
http://google/search / Aspek-aspek Kepribadian Manusia.com
http://google/search / Manusia sebagai Khalifah Fil Ard.com
http://google/search / Manusia sebagai Pedagogik.com

[1] Tim Learning Assistance Program for Islamic Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Dasar-dasar Pendidikan. Surabaya: Lapis. 2008 hal: 7
[2] http://google/search / sejarah penciptaan manusia.com
[3] Tim Learning Assistance Program for Islamic Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Dasar-dasar Pendidikan. Surabaya: Lapis. 2008 hal: 12
[4] http://google/search / aspek-aspek kepribadian manusia.com
[5] Tim Learning Assistance Program for Islamic Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Dasar-dasar Pendidikan. Surabaya: Lapis. 2008 hal: 13
[6] Abudin nata. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Logos. 2007 hal: 36-39
[7] Dra. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hal. 87.
[8]http://google/search /Manusia sebagai khalifah fil ard.com
[9] http://google/search /Manusia sebagai Pedagigik.com
[10] Abudin nata. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Logos. 2007 hal: 61

No comments:

Post a Comment

Followers