Wednesday, April 27, 2011

Pendidikan Islam (K.H Hasyim Asya'ri)

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Ketokohan K. H. Hasyim Asy’ari sering kali diceburkan dalam persoalan sosial politik. Hal ini dapat dipahami bahwa sebagian dari sejarah kehidupan K. H. Hasyim Asy’ari juga dihabiskan untuk merebut kedaulatan bangsa Indonesia melawan hegemoni kolonial Belanda dan Jepang. Lebih-lebih organisasi yang didirikannya, Nahdatul Ulama, pada masa itu cukup aktif melakukan usaha-usaha sosial politik.
Akan tetapi, K. H. Hasyim Asy’ari sejatinya merupakan tokoh yang piawai dalam gerakan dan pemikiran kependidikan. Sebagaimana dapat disaksikan, bahwa K. H. Hasyim Asy’ari mau tiak mau bisa dikategorikan sebagai generasi awal yang mengembangkan sistem pendidikan pesantren, terutama di Jawa

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Biografi K. H. Hasyim Asy’ari ?
2.    Bagaimana pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam bidang pendidikan?
3.    Bagaimana pemikiran pendidikan islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari?

C.      Tujuan
1.    Siawa dapat mengetahui Biografi K. H. Hasyim Asy’ari .
2.    Siswa dapat mengetahui pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam bidang pendidikan.
3.    Siswa dapat mengetahui pemikiran pendidikan islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari.








BAB II
PEMBAHASAN
A.      Biografi
Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871.
Asal-usul dan keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A.Wahab Hasbullah menunjukkan bahwa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII).
Menurut penuturan ibunya, tanda kecerdasan dan ketokohan Hasyim Asy’ari sudah tampak saat ia masih berada dalam kandungan. Di samping masa kandung yang lebih lama dari umumnya kandungan, ibunya juga pernah bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam kandungannya. Mimpi tersebut kiranya bukanlah isapan jempol dan kembang tidur belaka, sebab ternyata tercatat dalam sejarah, bahwa pada usianya yang masih sangat muda, 13 tahun, Hasyim Asy’ari sudah berani menjadi guru pengganti (badal) di pesantren untuk mengajar santri-santri yang tidak jarang lebih tua dari umurnya sendiri.
Bakat kepemimpinan Kiai Hasyim sudah tampak sejak masa kanak-kanak. Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim kecil selalu menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan menegurnya. Dia membuat temannya senang bermain, karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi sesama.
Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia [1]
menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K. H. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada K. H. Ya’kub yang merupaka kiai di pesantren tersebut. Kiai Ya’kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K. H. Ya’kub tersebut.
Setelah nikah, K. H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertua K. H. Hasyim Asy’ari menganjurkannya menuntut ilmu di Mekkah. Dimungkinkan, hal ini didorong oleh tradisi pada saat itu bahwa seorang ulama belumlah dikatakan cukup ilmunya jika belum mengaji di Mekkah selama bertahun-tahun. Di tempat itu, K. H. Hasyim Asy’ari mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh Syafi’iyah dan ilmu Hadits, terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim.
Disaat K. H. Hasyim Asy’ari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah menetap 7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan. Walaupun demikian, hal ini tidak mematahkan semangat belajarnya untuk menuntut ilmu.
K. H. Hasyim Asy’ari semasa tinggal di Mekkah berguru kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani.
Ia tinggal di Mekkah selama 7 tahun. Dan pada tahun 1900 M. atau 1314 H. K. H. Hasyim Asy’ari pulang ke kampung halamannya. Di tempat itu ia membuka pengajian keagamaan yang dalam waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa.
Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
K. H. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai salah seorang pendiri NU (Nahdatul Ulama). Pada masa pendudukan Jepang, Hasyim Asy’ari pernah ditahan selama 6 bulan, karena dianggap menentang penjajahan Jepang di Indonesia. Karena tuduhan itu tidak terbukti, ia dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang, Hasyim Asy’ari dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional oleh Presiden RI.
Pada tahun 1926 K. H. Hasyim Asy’ari mendirikan partai Nahdatul Ulama (NU). Sejak didirikan sampai tahun 1947 Rais ‘Am (ketua umum) dijabat oleh K. H. Hasyim Asy’ari. Ia pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama pada zaman pendudukan Jepang untuk wilayah Jawa dan Madura.
K. H. Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947 di Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Hampir seluruh waktunya diabdikan untuk kepentingan agama dan pendidikan.
B.       Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Dalam Bidang Pendidikan
Banyak aktivitas yang dilakukan Hasyim Asy’ari dalam hubungannya dengan bidang pendidikan islam. Aktivitas Hasyim Asy’ari tersebut antara lain :
·      Mengajar
Mengajar merupakan profesi yang ditekuni Hasyim Asy’ari sejak kecil, sejak masih di pondok pesantren ia sering dipercaya oleh gurunya mengajar santri-santri yang baru masuk. Bahkan ketika di Mekkah ia pun sudah mengajar, sepulang dari Mekkah ia membantu ayahnya mengajar di pondok ayahnya.
·      Mendirikan Pesantren
Hasyim Asy’ari mendirikan pondok pesantren yang dikelolanya sendiri di desa Tebu ireng, jombang, beliau sengaja memilih lokasi yang penduduknya dikenal banyak penjudi, perampok, dan pemabuk. Mulanya pilihannya itu ditentang oleh sahabat dan sanak keluarga.Akan tetapi,Hasyim Asy’ari meyakinkan mereka bahwa dakwah islam harus lebih banyak ditujukan kepada masyarakat yang jauh dari kehidupan beragama.Dengan pertimbangan yang demikian itu,maka pada tahun 1899 berdirilah sebuah pondok pesantren di Tebu Ireng.Bertahun-tahun lamanya Hasyim Asy’ari membina pesantrennya, menghadapi berbagai rintangan dan hambatan. Namun pesantren tersebut terus berkenbang pesat, santri yang semula 28 orang kemudian bertambah terus dari tahun ke tahun sampai mencapai ribuan orang.
Kehidupan Hasyim Asy’ari banyak tersita untuk membina santri-santrinya. Dalam kehidupan sahari-hari beliau dikenal sebagai orang yang sangat disiplin dengan waktu. Biasanya ia mengajar sejam sebelum dan sejam sesudah sholat lima waktu. Ia terbiasa mengajar sampai larut malam. Pada bulan ramadhan ia mengajar hadist bukhari dan muslim yang di ikuti oleh santri dari berbagai pesantren untuk mendapat ijazahnya. [2]
·      Mendirikan Organisasi
Hasyim Asy’ari melihat bahwa untuk berjuang mewujudkan cita-citanya termasuk dalam bidang pendidikan, diperlukan adanya wadah berupa organisasi. Untuk tujuan tersebut , maka pada tahun  1926 beliau bersama dengan K.H Abdul Wahab Hasbullah dan sejumlah ulama lainnya di Jawa Timur mendirikan  Jamiah Nahdatul Ulama (NU), sejak awal berdirinya Kiai Hasyim dipercaya memimpin organisasi itu sebagai Rais Akbar. Jabatan ini dipegangnya dalam beberapa periode kepengurusan.
Pada tahun 1930, dalam Muktamar NU ke-3 Kiai Hasyim selaku Rais Akbar menyampaikan pokok-pokok pikiran mengenai organisasi NU. Pokok-pokok pikiran inilah yang kenudian dikenal sebagai qanun asasi Jamiah NU ( Undang-undang dasar jamiah NU ).  Intisari dari qanun asasi itu mencakup:
·      Latar belakang berdirinya Jamiah NU
·      Hakikat dan jati diri Jamiah NU
·      Potensi umat yang diharapkan akan menjadi pendukung NU
·      Perlunya ulama bersama, saling mengenal, rukun bersatu, dan saling mengasihi satu sama lain di dalam satu wadah yang dinamakan NU
·      Keharusan warga NU bertaklid pada salah satu pendapat imam mazhab empat.
Karena demikian besar peran yang dilakukan oleh Hasyim Asy’ari dalam membina dan menggerakkan masyarakat melalui pendidikan dan organisasi yang didirikannya, maka pada tahun 1937 beliau didatangi oleh seorang amtenar tinggi penguasa belanda yang akan memberikan tanda kehormatan pemerintah belanda kepadanya, yaitu berupa sebuah bintang emas. Namun beliauu menolaknya karena khawatir keikhlasan hatinya dalam berjuang akan terganggu dan ternodai oleh hal-hal yang bersifat material. Hal ini menunjukkan bahwa beliau seorang ulama yang teguh dan kuat berpegang pada prinsip kebenaran yang di yakininya.
·      Berjuang Melawan Belanda
Pada masa revolusi fisik melawan penjajahan belanda, KH. Hasyim Asy’ari dikenal karena ketegasannya terhadap penjajah dan seruan jihadnya menggelorakan para santri dan masyarakat islam. Beliau mengajak mereka untuk berjihad melawan penjajah dan menolak kerja sama dengan penjajah.
Demikian pula halnya di masa pemerintaha jepang . pada tahun 1942 , tatkala penguasa jepang menduduki jombang , KH Hasyim Asy’ari di tangkap dan dimasukkan ke dalam tahanan. Lalu diasingkan ke Mojokerto untuk ditahan bersama-sama dengan serdadu-serdadu sekutu. Berbulan- bulan beliau mendekam dalam penjara tanpa mengetahui kesalahan apa yang dituduhkan atasdirinya.
·      Aktif di Masyumi
Hasyim Asy’ari pernah menjabat ketua besar masyumi ketika NU menjadi anggota. Dalam suatu kesempatanpidato dihadapan ulama seluruh jawa pada tanggal 30 juli 1946 di bandung. Belau melontarkan kritik tajam terhadap kekejaman belanda dan mengimbau agar tetap waspada terhadap politik bangsa jepang. Kedua bangsa itu dicap kafir dan umat islam dilarang mempercayai orang-orang kafir.karena peran dan jasanya ini , nama KH Hasyim Asy’ari diabadikan menjadi universitas (1969) dalam lingkungan Pondok Pesantren Tebu Ireng.
C.      Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy’ari
 Untuk menuangkan pemikirannya tentang pendidikan islam, KH. Hasyim Asy’ari telah merangkum sebuah kitab karangannya yang berjudul “Muta’allim Fima Yahtaj Ilah Al-Muta’alim Fi Ahual Muta’allum Wa Yataqaff Al-Mu’allim Fi Maqamat Ta’limah. Dalam kitab tersebut beliau merangkum pemikirannya tentang pendidikan Islam kedalam delapan poin, yaitu :
1.    Keutamaan ilmu dan keutamaan belajar mengajar
2.    Etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar
3.    Etika seorang murid kepada guru
4.    Etika seorang murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomi berasama guru
5.    Etika yang harus dipedomi seorang guru
6.    Etika guru ketika dan akan mengajar
7.    Etika guru terhadap murid-murid nya[3]
8.    Etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitannya dengannya.
Dari delapan pokok pemikiran di atas, Hasyim Asy’ari membaginya kembali kedalam tiga kelompok, yaitu :
1.    Signifikansi Pendidikan
2.    Tugas dan tanggung jawab seorang murid
3.    Tugas dan tanggung jawab seorang guru.
Pada dasarnya, ketiga kelompok pemikiran tersebut adalah hasil integralisasi dari delapan pokok pendidikan yang dituangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari.
A.1. Sigifikansi Pendidikan
Dalam membahas masalah ini, KH.Hasyim Asy’ari mengorientasikan pendapatnya berdasarkan alwur’an dan Al-Hadits. Sebagai contohnya ialah beliau mengambil pemikiran pendidikan tentang keutamaan menuntut ilmu dan keutamaan bagi yang menuntut ilmu dari surat Al-Mujadilah ayat 11 yang kemudian beliau uraikan secara singkat dan jelas. Misalnya beliau menyebutkan bahwa keutamaan yang paling utama dalam menuntut ilmu adalah mengamalkan apa yang telah dituntut. Secara langsung beliau akan menjelaskan maksud dari perkataan itu, yaitu agar seseorang tidak melupakan ilmu yang telah dimilikinya dan bermanfaat bagi kehidupannya di akherat kelak.
KH. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa dalam menuntut ilmu harus memperhatikan dua hal pokok selain dari keimanan dan tauhid. Dua hal pokok tersebut adalah :
1.    bagi seorang peserta didik hendaknya ia memiliki niat yang suci untuk menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal yang bersifat duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekannya
2.     bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu tidak semata-mata hanya mengharapkan materi, disamping itu hendaknya apa yang diajarkan sesuai dengan apa yang diperbuat.
Hasyim Asy’ari juga menekankan bahwa belajar bukanlah semata-mata hanya untuk menghilangkan kebodohan, namun untuk mencari ridho Allah yang mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat. Kareba itu hendaknya belajar diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam bukan hanya semata-mata menjadi alat penyebrangan untuk mendapatkan meteri yang berlimpah.
A.2. Tugas dan Tanggung Jawab Murid
Murid sebagai peserta didik memiliki tugas dan tanggung jawab berupa etika dalam menuntut ilmu, yaitu :
1.    Etika  yang harus diperhatikan dalam belajar
Dalam hal ini Hasyim Asy’ari mengungkapkan ada sepuluh etika yang harus dipebuhi oleh peserta didik atau murid, yaitu :
a.         membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian
b.         membersihkan niat
c.         tidamk menunda-nunda kesempatan belajar
d.        bersabar dan qonaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan
e.         pandai mengatur waktu
f.          menyederhanakan makan dan minum
g.         bersikap hati-hati atau wara’
h.         menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan yang pada akhirnya menimbulkan kebodohan
i.           menyediakan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan
j.            meninggalkan kurang faedah (hal-hal yang kurang berguna bagi perkembangan diri).Dalam hal ini tidak dibenarkan ketika seorang yang menuntut ilmu hanya menekankan pada hal-hal yang bersifat rohaniah atau duniawiah saja, karena keduanya adalah penting.
2.    Etika Seorang Murid Terhadap Guru
Etika seorang murid murid kepada guru, sesuai yang dikatakan oleh Hasyim Asy’ari hendaknya harus memperhatikan sepuluh etika utama, yaitu :
a.         hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang dijelaskan atau dikatakan oleh guru.
b.         memilih guru yang wara’ artinya orang yang selalu berhati-hati dalam bertindak disamping profesionalisme
c.         mengikuti jejak guru yang baik
d.        bersabar terhadap kekerasan guru
e.         berkunjung kepada guru pada tempatnya atau mintalah izin terlebih dahulu kalau harus memaksa keadaan pada bukan tempatnya
f.          duduklah yang rapi dan sopan ketika berhadapan dengan guru
g.         berbicaralah dengan sopan dan lemah lembut
h.         dengarkan segala fatwanya
i.           jangan sekali-kali menyela ketika sedang menjelaskan
j.           dan gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu kepadanya.

3.    Etika Murid Terhadap Pelajaran
Dalam menuntut ilmu murid hendaknya memperhatikan etika berikut :
a.         memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain untuk dipelajari
b.         harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu-ilmu fardhu ‘ain
c.         berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
d.        mendiskusikan atau menyetorkan apa yang telah ia pelajari pada orang yang dipercayainya
e.         senantiasa menganalisa, menyimak dan meneliti ilmu
f.          pancangkan cita-cita yang tinggi
g.         bergaulah dengan orang berilmu lebih tinggi (intelektual)
h.         ucapkan bila sampai ditempat majlis ta’lim (tempat belajar, sekolah, pesantren, dan lain-lain)
i.           bila terdapat hal-hal yang belum diketahui hendaknya ditanyakan
j.           bila kebetulan bersamaan banyak teman, jangan mendahului antrian bila tidak mendapatkan izin
k.         kemanapun kita pergi kemanapun kita berada jangan lupa bawa catatan
l.           pelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan continue (istiqomah)
m.       tanamkan rasa semangat dalam belajar.


 A.3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Dalam dunia pendidikan tidak hanya seorang murid yang memiliki tanggung jawab. Namun seorang guru juga memiliki tanggung jawab yang hampir serupa dengan murid, yaitu :
1.    Etika Seorang Guru
Seorang guru dalam menyampaikan ilmu pada peserta didik harus memiliki etika sebagai berikut :
a.    selalu mendekatkan diri kepada Allah
b.    senantiasa takut kepada Allah
c.    senantiasa bersikap tenang
d.   senantiasa berhati-hati
e.    senantiasa tawadhu’ dan khusu’
f.     mengadukan segala persoalannya kepada Allah SWT
g.    tidak menggunakan ilmunya untuk keduniawian saja
h.    tidak selalu memanjakan anak didik
i.      berlaku zuhud dalam kehidupan dunia
j.      menghindari berusaha dalam hal-hal yang rendah
k.    menghindari tempat-tempat yang kotor atau maksiat
l.      mengamalkan sunnah nabi
m.  mengistiqomahkan membaca al-qur’an
n.    bersikap ramah, ceria, dan suka menebarkan salam
o.     membersihkan diri dari perbuatan yang tidak disukai Allah
p.    menumbuhkan semangat untuk mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan
q.    tidak menyalahgunakan ilmu dengan menyombongkannya
r.     dan membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
 Dalam pembahasan ini ada satu hal yang sangat menarik, yaitu tentang poin yang terakhir guru harus rajin menulis, mengarang dan meringkas. Hal ini masih sangat jarang dijumpai, ini juga merupakan menjadi salah satu faktor mengapa masih sangat sulit dijumpai karya-karya ilmiah. Padahal dengan adanya guru yang selalu menulis, mengarang dan merangkum, ilmu yang dia miliki akan terabadikan.

2.    Etika Guru dalam mengajar
Seorang guru ketika mengajar dan hendak mengajar hendaknya memperhatikan etika-etika berikut :
a.    mensucikan diri dari hadats dan kotoran
b.    berpakaian yang sopan dan rapi serta berusaha berbau wewangian
c.    berniat beribadah ketika dalam mengajarkan ilmu
d.   menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh Allah (walaupun hanya sedikit)
e.    membiasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan
f.     memberikan salam ketika masuk kedalam kelas
g.    sebelum belajar berdo’alah untuk para ahli ilmu yang telah terlebih dahulu meninggalkan kita
h.    berpenampilan yang kalem dan menghindarkan hal-hal yang tidak pantas dipandang mata
i.      menghindarkan diri dari gurauan dan banyak tertawa
j.      jangan sekali-kali mengajar dalam kondisi lapar, makan, marah, mengantuk, dan lain sebagainya
k.    hendaknya mengambil tempat duduk yang strategis
l.      usahakan berpenampilan ramah, tegas, lugas dan tidak sombong
m.  dalam mengajar hendaknya mendahulukan materi yang penting dan disesuaikan dengan profesionalisme yang dimiliki
n.    jangan mengajarkan hal-hal yang bersifat subhat yang dapat menyesatkan
o.    perhatikan msing-masing kemampuan murid dalam meperhatikan dan jangan mengajar terlalu lama
p.    menciptakan ketengan dalam belajar
q.    menegur dengan lemah lembut dan baik ketika terdapat murid yang bandel
r.     bersikap terbuka dengan berbagai persoalan yang ditemukan
s.     berilah kesempatan pada murid yang datang terlambat dan ulangilah penjelasannya agar mudah dipahami apa yang dimaksud
t.     dan apabila sudah selesai berilah kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
 Dari pemikiran yang ditawarkan oleh hasyim asy’ari tersebut, terlihatlah bahwa pemikirannya tentang etika guru dalam mengajar ini sesuai dengan apa yang beliau dan kita alami selama ini. Hal ini mengindikasikan bahwa apa yang beliau fikirkan adalah bersifat fragmatis atau berdasarkan pengalaman. Sehingga hal inilah yang memberikan nilai tambah begi pemikirannya.
3.    Etika Guru Bersama Murid
Guru dan murid pada dasarnya memiliki tanggung jawab yang berbeda, namun terkadang seorang guru dan murid mempunyai tanggung jawab yang sama, diantara etika tersebut adalah :
a.    berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syari’at islam
b.    menghindari ketidak ikhlasan dan mengejar keduniawian
c.    hendaknya selalu melakukan instropeksi diri
d.   menggunakan metode yang sudah dipahami murid
e.    membangkitkan semangat murid dengan memotivasinya, begitu murid yang satu dengan yang lain
f.     memberikan latihan – latihan yang bersifat membantu
g.    selalu memperhatikan kemapuan peserta didik yang lain
h.    bersikap terbuka dan lapang dada
i.      membantu memecahkan masalah dan kesulitan peserta didik
j.      tunjukkan sikap yang arif dan tawadhu’ kepada peserta didik yang satu dengan yang lain.
Bila sebelumnya seorang murid dengan guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda, maka setelah kita telaah kembali, ternyata seorang guru dan murid juga memiliki tugas yang serupa seperti tersebut di atas. Ini mengindikasikan bahwa pemikiran Hasyim Asy’ari tidak hanya tertuju pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik dan guru, namun juga keasamaan yang dimiliki dan yang harus dijalani. Hal ini pulalah yang memberikan indikasi nilai utama yang lebih pada hasil pemikirannya.




[1] http://www.udhiexz.wordpress.com
[2] Abuddin Nata.Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, Hal:121
[3] http://www.misbakhuddinmunir-wordpress.com

No comments:

Post a Comment

Followers