Saturday, June 11, 2011

pendidikan islam masa penjajahan


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Kemajuan yang dicapai oleh pendidikan islam dewasa ini, ternyata belum cukup memuaskan sebagian orang yang menganggap bahwa pendidikan islam sekarnag masih jauh dari harapan yang diinginkan , apalagi beberapa kasus yang terjadi yang menjadikan pendidikan islam di negeri menjadi terpuruk dengan tercampurnya dengan pemikiran sekulerisme dan liberalisasi yang mengakar pada sendi-sendi pendidikan islam sendiri sedikit demi sedikit. Hal ini juga sama terjadi terjadi terhadap pendidikan nasional saat ini yang sebagian orang menganggap bahwa pendidikan di indonesi masih tertinggal dari pada pendidikan di Negara lain.
Berbicara masalah pendidikan islam, berarti juga berkaitan dnegan sejarah kemerdekaan Indonesia , yang pada masa jauh negeri ini merdeka model pendidikan tradisional di Indonesia adalah model pendidikan islam, seperti pesantren, madrasag dan bentuk lainnya. Walau demikian dengan perkembangan zaman , sepak terjang lembaga pendidikan islam itu sendiri juga berkembang mengikuti arus dan juga kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan sampai sekarang ini, termasuk juga masalah perizinan operasional lembaga pendidikan tersebut. 
   
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda ?
2.      Dimana saja Pendidikan Islam pada masa Belanda berkembang ?
3.      Bagaimana Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang ?

C.     Tujuan Masalah
1.         Mengetahui Bagaimana pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda.
2.         Mengetahui Dimana saja Pendidikan Islam pada masa Belanda berkembang.
3.         Mengetahui Bagaimana Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang.


 
BAB  II
PEMBAHASAN


A. PENDIDIKAN ISLAM MASA PENJAJAHAN BELANDA

Penaklukan bangsa barat atas dunia timur dimulai dengan jalan perdagangan, Kedatangan bangsa barat memang telah membawa kemajuan teknologi. Tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil penjajahannya, bukan untuk kemakmuran bangsa yang dijajah.[1]
Pada masa VOC, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi keagamaan, Maka selama abad ke-17 hingga 18M bidang pendidikan di Indonesia harus ada dalam pengawasan VOC. Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut :
(1) Pendidikan Dasar
Berdasar peraturan tahun 1778, dibagi kedalam 3 kelas berdasar rankingnya. Kelas 1 (tertinggi) diberi pelajaran membaca, menulis, agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya tidak termasuk berhitung. Sedangkan kelas 3 (terendah) materi pelajaran fokus pada alphabet dan mengeja kata-kata. Proses kenaikan kelas tidak jelas disebutkan, hanya didasarkan pada kemampuan secara individual. Pendidikan dasar ini berupaya untuk mendidik para murid-muridnya dengan budi pekerti. Contoh pendidikan dasar ini antara lain Batavische school (Sekolah Betawi, berdiri tahun 1622); Burgerschool (Sekolah Warga-negara, berdiri tahun 1630); Dll.
(2) Sekolah Latin
Diawali dengan sistem numpang-tinggal (in de kost) di rumah pendeta tahun 1642. Sesuai namanya, selain bahasa Belanda dan materi agama, mata pelajaran utamanya adalah bahasa Latin. Setelah mengalami buka-tutup, akhirnya sekolah ini secara permanent ditutup tahun 1670.
(3) Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
Sekolah untuk mendidik calon-calon pendeta, yang didirikan pertama kali oleh Gubernur Jenderal van Imhoff tahun 1745 di Jakarta. Sekolah dibagi menjadi 4 kelas secara berjenjang. Kelas 1 belajar membaca, menulis, bahasa Belanda, Melayu dan Portugis serta materi dasar-dasar agama. Kelas 2 pelajarannya ditambah bahasa Latin. Kelas 3 ditambah materi bahasa Yunani dan Yahudi, filsafat, sejarah, arkeologi dan lainnya. Untuk kelas 4 materinya pendalaman yang diasuh langsung oleh kepala sekolahnya. Sistem pendidikannya asrama dengan durasi studi 5,5 jam sehari dan Sekolah ini hanya bertahan selama 10 tahun.
(4) Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
Berdiri tahun 1743, dimaksudkan untuk mendidik calon perwira pelayaran dengan lama studi 6 tahun. Materi pelajarannya meliputi matematika, bahasa Latin, bahasa ketimuran (Melayu, Malabar dan Persia), navigasi, menulis, menggambar, agama, keterampilan naik kuda, anggar, dan dansa. Tetapi iapun akhirnya ditutup tahun 1755.

(5) Sekolah Cina
1737 didirikan untuk keturunan Cina yang miskin, tetapi sempat vakum karena peristiwa de Chineezenmoord (pembunuhan Cina) tahun 1740. selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali secara swadaya dari masyarakat keturunan Cina sekitar tahun 1753 dan 1787.
(6) Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya[2]
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerejaan Belanda langsung. Pada masa ini pendidikan memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya. Beberapa prinsip yang diambil oleh pemerintah Belanda sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain :
a.       menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu
b.      memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial
c.       sistem pendidikan menurut pembedaan lapisan sosial,khususnya yang ada di Jawa
d.      pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakan yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam pada zaman kolonial Belanda tidak  mendapat rintangan. Hal ini ditandai dengan bermunculnya lembaga-lembaga pendidikan yang semuanya berjalan dengan lancar.
kebijakan pemerintah belanda terhadap pendidikan islam pada dasarnya bersifat menekan karena kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar. bagi pemerintah penjajah, “ pendidikan di hinda belanda tidak hanya bersifat pedagogis kultural, tapi juga bersifat psikologis politis. pandangan ini, disatu pihak, vital dalam upaya mempengaruhi budaya masyarakat. memalui pendidikan ala Belanda dapat diciptakan masyarakat terdidik dan berbudaya barat sehingga akan lebih akomodatif terhadap kepentingan penjajah. Namun dipihak lain pandangan diatas jelas mendorong pengawasan yang berlebihan terhadap perkembangan lembaga pendidikan islam seperti madrasah.[3]

B. PENDIDIKAN ISLAM DIDAERAH-DAERAH INDONESIA PADA MASA BELANDA
1. Pendidikan Islam di Sumatera Pada Masa Belanda
a.    Pendidikan islam di Aceh
Materi pendidikan di Aceh pada masa penjajahan belanda sebagai berikut:
·      Belajar huruf hijaiyyah
·      Juz Amma
·      Mengkaji Alqur’an
berakhirnya perang Aceh melawan Belanda merupakan titik baru bagi perkembangan pendidikan Islam di Aceh. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya berbagai pondok pesantren di tanah rencong yang sejak lama telah terkenal dengan sebutan serambi mekkah, salah satunya pesantren H. Hasan Aceh Besar.
adapun kaitan lembaga pendidikan seperti pesantren atau ulama’ di Aceh dengan penjajahan di Belanda ialah bahwa pesantren dan ulama’ bertindak sebagai basis bagi perlawanan penjajahan Belanda.
b. Pendidikan islam di minangkabau
                Materi pendidikan islam di minangkabau pada masa penjajahan belanda mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan oleh banyak buku-buku pelajaran agama islam yang masuk diminangkabau dari Makkah. Buku-buku tersebut kebanyakan dibawa oleh orang-orang Minangkabau yang menunaikan ibadah haji maupun mereka yang sengaja menuntut ilmu ke mekkah. Belanda pada masa itu selalu menyensor kitab-kitab dari luar negeri, namun jumlah buku baru yang masuk terus bertambah.
                Susunan materi pendidikan Islam di Minangkabau, antara lain sebagai berikut:
·         Belajar huruf hijaiyah sebagaimana di aceh.
·         Pengkajian kitab yang terbagi atas tiga tingkatan, yaitu:
1. mengkaji nahwu, saraf, dan fiqih dengan kitab-kitab ajrumiyah, Matan bina, Fatul Qarib, dan sebagainya.
2. mengkaji tauhid dengan kitab-kitab sanusi, syeh khalid, fatul mu’in, dan lain-lain.
3. mengkaji tafsir, dengan kitab Kifayatul Awam, baidawi, jalalain, dan lain-lain.
·         Pengajian ilmu tasawuf, mantiq, dan balagah.
Sistem pendidikan yang digunakan masih seperti masa-masa awal, yaitu sistem halaqah dan majlis ta’lim.
                Dalam masa penjajahan Belanda juga terjadi perubahan tempat pendidikan di Minangkabau. Jika pada permulaan islam pendidikan islam diMinangkabau hanya mengandalkan surau-surau, maka pada masa penjajahan Belanda mulai dibuat ruang-ruang berbentuk kelas sebagaimana sekolah-sekolah yang didirikan penjajah Belanda. Adapun pendidikam Islam yang menggunakan kelas pertama kali adalah sekolah Adabiyah di Padang. Sekolah terbebut didirikan oleh syeh Abdullah Ahmad pada tahun 1909.
Materi pendidikan yang diberikan pada madrasah berbeda dari materi ketika di surau tempo dulu. Materi yang tidak sesuai dengan kondisi dan keadaan anak-anak di Nusantara direvisi dan diadakan penyesuaian seperlunya. Sebagai contoh dalam ilmu Bumi Mesir, materi tambahan yang tidak ada pada zaman surau adalah materi adab dan sopan santun dan materi tarikh islam. adapun untuk silabus bahasa Arab tidak lagi menggunakan fatul Qarib, melainkan Durusul Fiqhiyah. Sedangkan kitab Ajrumiyah diganti dengan kitab Mabadik Arabiyah. Tokoh yang berperan dalam mengganti kitab-kitab pendidikan Islam di Madrasah adalah Zainuddin Labai.

Meskipun sistem belajar-mengajar telah memperoleh banyak kemajuan, namun belum ada kesepakatan rancangan mata pelajaran antara satu madrasah dengan madrasah yang lain di Minangkabau. Dengan kata lain, rencana mata pelajaran pada Diniyah School atau Madrasah-madrasah di Minangkabau masih ditentukanoleh kemauan para guru dari masing-masing sekolah. Hikmah Tasyrik adalah salah satu mata pelajaran yang jarang dijumpai di banyak madrasah di Minangkabau pada masa penjajahan Belanda.

Problem lain yang tampak pada waktu itu adalah jumlah murid yang jauh lebih banyak daripada jumlah gedung atau jumlah kelas. Akibatnya terkesan waktu belajar tidak lagi efektif atau efisien. Melihat kenyataan ini, banyak surau yang mencoba mengikuti jejak madrasah, yaitu mengadakan kelas-kelas. Surau yang mula-mula mengadakan kelas ialah Sumatera Tawalib di Padang Panjang yang diasuh Syek Abdul Karim Amrullah yang terkenal dengtn julukan Haji Rasul. Menurut sejarah minang, surau diubah menjadi madrasah terjadi pada tahun 1914.
Madrasah yang pertama kali memasukkan pelajaran umum ke dalam pendidikan agama Islam adalah Al-jamiyyah Islamiyah di sungayang batusangkar, didirikan oleh Mahmud Yunus pada bulan Zulkidah (20 Maret 1931).
c. Pendidikan Islam di Jambi
Jambi adalah salah satu propinsi di Sumatra yang jarang diungkap sejarah keIslamannya, sehingga orang lebih mengenal propinsi ini melalui Candi Muara Takus daripada pesantren Nurul Iman yang cukup bersejarah dalam pendidikan islam di jambi, terutama dalam masa penjajahan Belanda. Pada masa penjajahan Belanda, pesantren Nurul Iman tidak hanya sebagai sarana pendidikan Islam, tetapi juga sebagai basis bagi pejuang rakyat untuk melawan penjajah Belanda.
Pesantren Nurul Iman didirikan pada tahun 1914 oleh H. Abdul Samad seorang ulama’ besar di jambi. Pesantren ini juga berawal dari sistem halaqah, lalu berubah menjadi bentuk pendidikan yang menggunakan kelas-kelas, menggunakan meja dan kursi sebagaimana madrasah modern. Diawali dengan empat kelas untuk ibtidaiyah dan dilanjutkan tujuh kelas untuk tingkat Tsanawiyah. Pelajarannya juga mengalami perkembangan dari hanya sekedar ilmu-ilmu agama sampai memasukkan mata pelajaran umum yang dibimbing oleh dua orang guru khusus.
2. Pendidikan Islam Di Pulau Jawa Pada Masa Belanda
a)      Pendidikan Islam di Jawa Timur
Pendidikan islam yang cukup terkenal di Jawa Timur pada masa pemerintahan Belanda ialah Tebuireng. Yaitu sebuah pesantren yang didirikan oleh kyai H. Hasyim Asyari pada tahun 1904 M. Pada mulanya hanya diajarkan agama dam bahasa Arab semata-mata. Hal ini tidak ubahnya dengan pondok-pondok lain, karena kebanyakan orientasi pondok-pondok pada masa itu hanya mencontoh apa yang disaksikan oleh para kyai di mekah ketika mereka menuntut ilmu di kota tersebut. 
Setelah pondok pesantren Tebuireng mendirikan madrasah salafiyah yang dipimpin oleh K.H. Ilyas, maka dimasukkan pengetahuan umum kedalam materi pelajaran agama islam.
Materi pelajaran umum yamg dimasukkan itu meliputi:
1. membaca menulis huruf latin.
2. Bahasa Indonesia.
3. mempelajari Ilmu Bintang/falak.
4. ilmu bumi dan Sejarah Indonesia.
Jumlah murid dan santri pada pondok pesantren tebuireng sekitar 23.000 orang. Sistem belajar yang dilakukan adalah cara belajar Siswa atau Santri Aktif. Murid dan santri terlebih dahulu harus belajar sesama mereka, kemudian diperkenankan menghadap guru atau kyai untuk menanyakan tentang pelajaran yang telah dibahas bersama.
Pendidkan islam di Jawa Timur pada masa penjajahan Belanda tidak terlepas dari pengaruh organisasi Nadlatul Ulama’ yang didirikan pada tanggal 16 rajab 1344 H (3 januari 1926 M) di Surabaya.

Susunan sekolah dan madrasah Nadlatul Ulama’ yang turut menyukseskan pendidikan pada masa penjajahan Belanda di Jawa Timur ialah:
1. Madrasah Awaliyah, lama belajar dua tahun.
2. madrasah Ibtidaiyah, lama belajar tiga tahun.
3. madrasah tsanawiyah, lama belajar tiga tahun.
4. Madrasah Muallimin Wustha, lama belajar dua tahun.
5. Madrasah Muallimin Ulya, lama belajar tiga tahun.
          Pondok-pondok lain yang ikut yang ikut aktif dalam pendidikan Islam di Jawa Timur pada masa penjajahan Belanda adalah pondok pesantren Tambak-Beras di Jombang, pondok pesantren Rejoso peterongan di Jombang, pondok pesantren gontor di jombang.
b)        Pendidikan Islam di Jawa Tengah
Lembaga pendidkan yang paling berpengaruh bagi pendidikan Islam di Jawa Tengah banyak berpusat disekitar kudus. Hal tersebut karena keterkaitan sejarah dengan awal masuknya islam di pulau Jawa. Pondok pesantren dan madrasah tersebut antara lain:
1. Aliyatus-Saniyah muawanatul Muslimin
Didirikan oleh organisasi Sarikat Islam pada tanggal 7 Juli 1915 di Kenepan. Madrasah rendah ini menetapkan lama pelajarannya 8 tahun, terdiri dari kelas nol, kelas 1A, kelas 1B, kemudian baru kelas II s/d kelas VI. Murid-murid yang diterima sebagai siswa harus berumur 6 atau 7 tahun. Mata pelajarannya adalah campuran antara agama dan umum.
2. Kudsiyah
Didirikan oleh K.H.A Aswani pada tahun 1318 H. Memiliki dua bagian, yaitu Ibtidaiyah dan tsanawiyah. Pada mulanya pelajaran agama lebih banyak (75%) dan pengetahuan umum lebih sedikit (25%). Lambat laun terjadi keseimbangan antara mata pelajaran umum dengan agama.
3. Tsywiqut Tullab Balai Tengahan School
Didirikan oleh K.H.A. Khaliq pada tanggal 21 November 1928. Terdiri dari sekolah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Pada mulanya khusus untuk mempelajari bahasa Arab dan Agama, lambat laun tepatnya tahun 1935 memasukkan pelajaran umum sebagai mata pelajarannya.
4. Mahidud Diniyah Al-Islamiyah Al-jawiyah
Didirikan pada tahun 1938, merupakan madrasah terbesar di kota Kudus. Pembagian kelas berdasarkan kelas nol 1, kelas nol II , kelas nol III. Kelas 1 sampai kelas VI berjumlah 9 kelas. Di madrasah ini hanya diajarkan pelajaran agama dan bahasa Arab saja, tanpa sedikitpun ada mata pelajaran umum.
Organisasi islam yang paling berpengaruh di Jawa Tengah pada masa penjajahan Belanda adalah Sarikat Islam yang didirikan oleh H.Umar Said Cokroaminoto pada tahun 1912. Sarikat Islam pernah menjadi salah satu partai yang sangat besar di Indonesia, tetapi dalam perjalannya menjadi sangat kecil bahkan hancur akibat perpecahan dan fitnah diantara anggotanya.

c)         Pendidikan Islam di Yogyakarta
Pendidikan islam pada masa penjajahan Belanda di yogyakarta banyak didominasi oleh organisasi Muhammadiyah. Organisasi yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Zulhijjah 1330 H. Atau 18 November 1912 itu mencantumkan kata-kata “ingin memajukan pendidikan dan pengajaran” di dalam maksud dan tujuan organisasinya.
Adapun sistem belajar yang diterapkan oleh muhammadiyah Yogyakarta, sama dengan sistem pendidikan sekolah-sekolah Belanda pada masa itu. Begitu juga dengan materi pelajrannya, yaitu menggabungkan dua materi pelajaran umum dan agama.
Selain Muhammadiyah, pondok pesantren krapyak yang didirikan oleh Kyai Munawir pada tahun 1911 m, juga memiliki andil yang sangat besar dalam mengembangkan pendidikan islam di Yogyakarta pada masa penjajahn Belanda.

d)        Pendidkan Islam di Jawa Barat
Madrasah pertama di Jawa Barat didirikan didaerah Majalengka oleh perserikatan umat islam pada tahun 1917. Kemudian disusul oleh madrasah Muallim (kweekschool) pada tahun 1923. Pada tahun 1936 diubah menjadi S.G.I. darul Ulum yang terdiri atas 5 kelas.
Pondok pesantren yang cukup berpengaruh pada masa penjajah Belanda di Jawa Barat ialah pondok pesantren Gunung Puyuh di Sukabumi. Pendirinya Kyai H. Sanusi yang juga bertindak sebagai pencetus dan pendiri All (Al-Ittihadiyatul-Islamiyah) yang bertindak sebagai pusat seluruh pesantren yang ada di seluruh Jawa Barat.
Di samping itu, pondok pesantren persatuan Islam (persis) yang didirikan pada tahun 1936 oleh A. Hasan di bandung juga mempunyai andil besar dalam memelopori pendidikan islam di Jawa Barat. Pondok ini memiliki tujuan untuk menghasilkan para mubeltk yang sanggup menyiarkan, mengajar, membela dan mempertahankan islam.
Pesantren persatuan ini terdiri atas dua bagian yaitu:
1. pesantren Besar, diperuntukkan bagi para santri yang cukup umur untuk mendapatkan agama.
2. Pesantren Kecil, diperuntukkan untuk anak-anak kecil yang pelaksanaannya di sore hari.
          Di dalam perkembangannya, pesantren persis memiliki dua tingkatan, yaitu Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Untuk tingkatan Ibtidaiyah lama belajarnya 5 tahun, sedangkan tsanawiyah dengan masa belajar empat tahun.
Pembagian porsi pelajaran umum dan agama untuk tingkatan kelas rendah (Ibtidaiyah) masing-masing 75% pelajaran agama dan 25% pelajaran umum.

e)        Pendidikan Islam di Batavia
Madrasah tertua di Batavia (sekarang Jakarta) adalah Jamiat Kheir yang didirikan tahun 1905. Pada tahun 1919 didirikan khusus untuk siswa/i putri. Tokoh utamanya adalah Syeh ahmad sukarti. Tingakatan sekolahnya antara lain:
1. Tingkat tahdiriyah lamanya satu tahun.
2. tingkat Ibtidaiyah lamanya enam tahun.
3. Tingkat Tsanawiyah lamanya tiga tahun.
4. Bagi yang terbaik dalam menempuh studi setelah dari Tsanawiyah dapat melanjutkan ke Mesir atau ke Mekkah.
Madrasah lain yang memiliki arti penting bagi pendidikan Islam di Batavia pada masa penjajahn Belanda adalah madrasah Al-Irsyad yang diddirikan pada tahun 1913 Masehi.
Guru-guru yang terkenal dari Al-Irsyad sampai sekarang adalah Syekh Ahmad Sukarti yang sebelumnya mengajar di madrasah Jamiat Kheir.
Madrasah Al-Irsyad terdiri atas lima tingkatan sebagai berikut :
1. Awaliyah lama pelajarannya tiga tahun.
2. Ibtidaiyah lama pelajarannya empat tahun.
3. Tajhiziah lama pelajarannya dua tahun.
4. Muallimin lama pelajarannya empat tahun.
5. Takhasus lama pelajarannya dua tahun.
Pelajaran umum yang dijadikan bagian dari mata pelajaran di madrasah Al-Irsyad ialah : Bahasa Indonesia, B. Inggris, Sejarah Indonesia dan Umum, Ilmu Bumi, Ilmu Hayat, Ilmu Alam, Menggambar, Aljabar, olah raga, berhitung.
3. Pendidikan Islam Di Sulawesi Pada Masa Belanda
                Tidak banyak perbedaan tentang pendidikan Islam di Sulawesi dengan pendidikan Islam yang ada di Jawa dan Sumatra. Hal ini disebabkan oleh sumber yang sama, yaitu Mekah. Perkembangan pendidikan Islam di Sulawesi pada masa penjajahan Belanda berjalan lancar, terlebih setelah organisasi Muhammadiyah masuk dan mendirikan madrasah pertama di Sulawesi sekitar tahun 1926 Masehi.
                Madrasah yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan adalah madrasah Amiriyah Islamiyah di Bone. Madrasah tersebut berduru tahun 1933. Pendirinya adalah para pemuka rakyat dan ulama dalam perlindungan Raja Bone pada masa itu, yaitu Andi Mappanjukki. Pada awalnya madrasah tersebut dipimpin oleh ustad Abdul Aziz Asy-Syimi Al-Misri tetapi kemudian diambil oleh syeh Mahmud Abdul Jawwad Al-Madani pada tahun 1935.
                Pada tahun 1939 didatangkan guru dari Sumatera, yaitu ustad Zainuddin haji dan dari Jawa yaitu M. Arifin Jabbar. Mata pelajaran yang diberikan di madrasah ini meliputi pelajran agama dan pelajaran umum.
Madrasah Amiriyah Islamiyah terdiri atas tiga bagian:
1. Ibtidaiyah, lama belajarnya tiga tahun.
2. Tsanawiyah, lama belajarnya tiga tahun.
3. Muallimin, lama belajarnya dua tahun. 
                Rencana pelajaran yang dijalankan pada madrasah Amiriyah Islamiyah untuk masing bagian, berbeda proporsinya antara pelajaran umum dengan pelajaran agama. Pada madrasah tingkat Ibtidaiyah diajrkan ilmu agama 50%. Pada tingkat Tsanawiyah, diajarkan ilmu agama 60% dan pengetahuan umum 40%. Sedangkan untuk tingkat Muallimin, diajarkan ilmu agama 80% dan pengetahuan umum 20%.
                Perkembangan yang pesat di Sulawesi Selatan diikuti oleh Sulawesi Tengah, yaitu diiringi dengan lahirnya madrasah al-khairat. Madrasah ini didirikan di kota Palu pada Tahun 1930 M. Oleh ulama besar Syakh Al-Idrus. Sirikan pada awalnya hanya berkisar pada pelajaran agama dan bahasa saja, lambat laun berulah dimasukkan pelajran umum kedalam materi pelajarannya.

4. Pendidikan Islam di Nusa Tenggara pada Masa Belanda.
                Pada masa penjajahan Belanda di Nusa Tenggara, pendidikan Islam yang bekembang dan berjasa dalam perjuangannya adalah Nahdlatul Wathan dengan madrasahnya yang dikenal , yaitu madrasah Nahdlatul Wathan. Madrasah ini didirikan pada tahun 1936 Masehi oleh Muhammad Zainuddin, seorang ulama besar di Pancor Lombok Timur. Madrasah ini terdiri atas lima bagian
1. Bagian Tahdiriyah
2. Bagian Ibtidaiyah
3. Bagian Muallimin/muallimat 5 tahun
4. Bagian SMI (Serikat Mahasiswa Islam)
5. Bagian PGA 
                Mata pelajaran yang diberikan pada madrasah ini adalah campuran antara pengetahuan agama dan umum.
5. Pendidikan Islam Di Kalimantan Pada Masa Penjajahan Belanda
                Madrasah yang tertua memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah pendidikan Islan di kalimantan pada masa penjajahan Belanda adalah madrasah Najah Wal Falah di Sei Bakau Besar Mempawah. Didirikan pada tahun 1918 Masehi. Setelah itu, berdiri madrasah perguruan islam Assulthaniah di Sambas pada tahun 1922 M. Tidak lama kemudian madrasah tersebut bergantu nama menjadi Tarbiyatul Islam. lama pelajaranya lima tahun dan ada penambahan khusus satu tahun untuk mata pelajaran agama.
Mata pelajaran agama yang dipelajari  berupa : nahmu, bahasa Arab, fiqih, saraf, tafsir, hadist, tarikh, Al-quran dan terjemahannya.
Mata pelajran umum yang dipelajari berupa: berhitung, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu kesehatan, aklak, gerak badan, ilmu alam, ilmu ukur, sejarah indonesia.
                Normal Islam Amuntai didirikan pada tahun 1928 oleh H. Abdur Rasyid, tamatan universitas Al-Aszah Kairo. Madrasah ini telah memberikan sumbangan yang besar bagi pendidikan di Kalimantan. Di sampinh itu, di Martapura didirikan juuga madrasah Imad Darus Salam dan pada tahun 1914 berdiri juga madrasah Al-Ashurah di Banjarmasin.[4]
6. Sikap Penjajah Belanda Terhadap Pendidikan Islam Di Indonesia
                Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kedatangan penjajah Belanda di bumi Nusantara untuk mengemban fungsi ganda, yaitu melakukan penjajahan dan salibisasi. Oleh karena itu, semboyan yang terkenal untuk penjajah Bekanda adalah semboyan 3G, yaitu : Glory (kemenangan atau kekuasaan), Gold ( emas atau kekayaan bangsa Indonesia), dan Gospel ( upaya salibisasi terhadap umat islam di Indonesia ). Karena misi ganda inilah secara otomatis segala tindakan atau kebijakan yang diambil pihak Belanda dalam masalah pendidikan Islam, cenderung merugikan umat Islam. bahkan, pemerintah penjajah belanda secara terang-terangan membiayai gerakan misionaris kristen.
                Pada tahun 1905, pemerintah Belanda mengeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan para guru agama islam meiliki izin khusus untuk mengajar. Banyak sikap mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan Islam di Indonesia , misalnya:
1. setiap sekolah atau madrasah pesantren harus memiliki izin dari bupati atau pejabat pemerintah Belanda.
2. harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci.
3. para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkannya secara periodik kepada daerah yang bersangkutan.
                Dipandang dari sudut perasaan kebangsaan dan juga perasaan umat islam Indonesia, diberlakukannya kembali peraturan 1905 tentang penyelenggaraan pendidikan islam, membuat pemerintah berusaha untuk menghambat perkembangan pendidikan nasional pada umumnya. Sarikat islam yang kemudian berganti nama Partai Sarikat Isalm Indonesia mengeluarkan sebuah menifesto yang memandang peraturan-peraturan pemerintah Belanda tentang pendidikan Islam semata-mata merusak atau minimal menghalangi inisiatif rakyat untuk memelihara kecerdasan bangsa Indonesia, sehingga berada dalam kondisi garis kebodohan agar mempermudah dan memperpanjang penjajahan Belanda di Indonesia.  
C. KEADAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA ZAMAN PENJAJAHAN JEPANG
Setelah Belanda angkat kaki dari bumi Indonesia, maka muncul pergerakan Jepang. Jepang tidak begitu ketat terhadap pendidikan islam di Indonesia. Kesetaraan pendidikan penduduk pribumi sama dengan penduduk atau anak-anak penguasa, bahkan Jepang banyak mengajarkan ilmu-ilmu bela diri kepada pemuda Indonesia.[5]
Kejayaan penjajahan Belanda lenyap setelah Jepang berada di Indonesia. Mereka bertekuk lutut tanpa syarat pada Jepang. Tujuan Jepang ke Indonesia ialah menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan tenaga manusia yang besar artinya bagi kelangsungan perang pasifik. Hal ini sesuai dengan cita-cita politik ekspansinya.
Pada babak pertamanya pemerintah Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan islam yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan PD II.[6]
                Untuk mengetahui maksud tujuannya yang fasistis ( bersifat memeras) maka ditanamkan ideologi baru yakni ideologi Hakko Ichiu yaitu ideologi kemakmuran bersama di Asia Timur Raya
1)      Pelatihan Guru-Guru :
Usaha penanaman ideologi Hakko Ichiu melalui sekolah-sekolah dimulai dengan mengadakan pelatihan-pelatihan Guru. Guru-guru dibebani tugas sebagai penyebar ideologi baru tersebut. Pelatihan tersebut dipusatkan dijakarta.Setiap kabupaten diwajibkan mengirimkan wakilnya untuk mendapat gemblengan selama tiga bulan, jangka waktu tersebut dirasa cukup untuk menjepangkan para guru.
2)      Perubahan-perubahan penting :
·         Berbagai jenis sekolah rendah yang diselenggarakan pada Zaman pemerintah belanda dihapuskan sama sekali. Sehingga hanya ada satu sekolah rendah, yaitu sekolah rakyat 6 Tahun (kokimin Gakkoo). Sekolah-sekolah desa diganti namanya menjadi sekolah pertama. Jadi, susunan pengajarannya adalah sekolah rakyat 6 tahun, sekolah menengah 3 tahun, dan sekolah menengah tinggi selama 3 tahun.
·         Bahas Indonesia dijadikan Bahasa Resmi dan bahasa Pengantar pada semua jenis sekolah. Bahasa jepang dijadikan mata pelajaran wajib dan adat kebiasaan jepang harus diataati.
Isi Pengajaran :
1.       Pengajaran diperguanakan sebagai alat propaganda dan juga untuk kepentingan perang.
2.       Untuk melipat gandakan hasil bumi, murid-murid diharuskan membuat bubuk kompos atau beramai-ramai membasmi hama tikus disawah.
3.       Pelatihan-pelatihan jasmani berupa kemiliteran dan mengisi aktifitas-aktifitas murid-murid sehari-hari.
4.       Untuk menanamkan semangat Jepang, tiap-tiap hari murid-murid harus mengucapkan sumpah pelajar dalam bahasa Jepang.
5.       Agar bahasa Jepang lebih populer, diadakan ujian bahasa Jepang untuk para guru dan pegawai-pegawai. Pemilik ijazah ini mendapat tambahan upah.

Kebijakan yang dambil oleh Dai Nippon dalam mendekati umat Islam di Indonesia antara lain :
·         mengangkat Dr. Hamka yaitu orang bumi putera yang tanpa takut-takut membeberkan bahwa tidak mungkin menyatukan ajaran Shinto yang mengharuskan menyembah Kaisar dan Matahari terbit dengan Islam yang monotheisme.
·         Mendirikan sebuah kantor urusan agama yang diberi nama oleh Jepang Sumubucho.
·         Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
·         Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran-ajaran agama terutama agama islam.
·         Pemerintah Jepang membolehkan dibentuknya barisan Hisbullah.
·         Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta.
·         Para ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin Nasionalis diizinkan membentuk Barisan Pembela Tanah Air.
·         Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut : Majelis Islam A’la Indonesia yang bersifat kemasyarakatan.[7]
Adapun maksud Jepang melakukan hal-hal yang diatas hanyalah semata-mata agar bangsa Indonesia dan umat islam di Indonesia bersedia membantu kepentingan jepang untuk memerangkan Asia Timur Raya yang dipimpin oleh jepang.  Kekayaan bumi Indonesia beserta tenaga bangsa Indonesia diperas demi kepentingan jepang.
        Dunia pendidikan Islam di Indonesia menjadi terbengkalai, banyak madrasah-madrasah yang bubar karena muridnya menghindar dari kekejaman serdadu Jepang dan tidak sedikit pula yang sengaja dibubarkan oleh pemerintahan Jepang karena mengganggu stabilitas pemerintah jajahan. Ada sedikit keberuntungan bagi madrasah yang ada dilingkungan pondok pesantren. Mereka bebas dari pengawasan  para penguasa Jepang. Selain itu juga bebas dari proses belajar Dai Nippon yang melakukan penekanan-penekanan terhadap umat Islam Indonesia pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
·         Pertumbuhan dan Perkembangan Madrasah
a) Tujuan sekolah secara umum.
Pendidikan pada masa jepang disebut Hakko Ichio, yakni mengajak bangsa Indonesia bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Oleh karena itu para pelajar setiap hari terutama pada pagi hari diwajibkan mengucapkan sumpah setia kepada kaisar Jepang, lalu dilatih kemiliteran. Sekolah-sekolah yang ada pada zaman Belanda diganti dengan sistem jepang. Segala daya upaya ditujukan untuk kepenringan perang. Murid-murid hanya mendapat pengetahuan yang sedikit sekali, hampir sepanjang hari diisi dengan kegiatan pelatihan perang atau bekerja.
Kehadiran Jepang di Indonesia menanamkan jiwa berani kepada bangsa Indonesia. Tetapi semua itu untuk kepentingan Jepang. Kedatipun demikian ada beberapa hal yang perlu dicatat pada zaman Jepang ini, yaitu terjadi perubahan yang cukup besar di bidang pendidikan, yang penting sekali artinya bagi bangsa Indonesia adalah :
o   dilepaskan dualisme pengajaran.
o   pamakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi.
b) Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam.
                jepang memandang agama islam sebagai salah satu sarana yang terpenting untuk menyusupi lubuk rihaniah terdalam dari kehidupan masyarakat Indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita pada bagian masyarakat yang paling bawah. Dalam konteks ini paling tidak, ada beberapa hal yang perlu disebutkan, diantaranya: dibentuknya KUA, didirikan Masyumi dan pembentukan Hizbullah.  
     Tujuan pendidikan islam pada masa penjajahan diantaranya :
·         azaz tujuan muhammadiyah : mewujudkan masyarakat islam yang sebenarnya dan azaz perjuangan dakwah islamiyyah dan amar ma’ruf nahi mungkar
·         INS (Indonesische Nadelanshe School) dipelopori oleh Muhammad Syafi’i bertujuan untuk mendidik anak untuk berpikir rasional, mendidik anak agar bekerja sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanam persatuan.
·         Tujuan Nahdlatul Ulama sebelum menjadi partai politik memegang teguh madzhab empat (Syafi’i,Maliki,Hanafi,Hambali), disamping itu menjadi kemaslahatan umat islam itu sendiri.[8]

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
·         Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut :
(1) Pendidikan Dasar
(2) Sekolah Latin
(3) Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
(4) Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
(5) Sekolah Cina
(6) Pendidikan Islam
·         Daerah-daerah yang telah berkembang pendidikan Islam antara lain :
Aceh, Pulau Jawa, Batavia atau Jakarta, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kalimantan.
·         Pendidikan pada masa panjajahan Jepang yaitu: Ditanamkan ideologi baru yakni ideologi Hakko Ichiu yaitu ideologi kemakmuran bersama di Asia Timur Raya. Yang terpenting dalam pendidikan jepang adalah dilepaskan dualisme pengajaran dan pamakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi.
·         Tujuan pendidikan islam pada masa penjajahan diantaranya :
1.    azaz tujuan muhammadiyah : mewujudkan masyarakat islam yang sebenarnya dan azaz perjuangan dakwah islamiyyah dan amar ma’ruf nahi mungkar
2.    INS (Indonesische Nadelanshe School) dipelopori oleh Muhammad Syafi’i bertujuan untuk mendidik anak untuk berpikir rasional, mendidik anak agar bekerja sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanam persatuan.
3.    Tujuan Nahdlatul Ulama sebelum menjadi partai politik memegang teguh madzhab empat (Syafi’i,Maliki,Hanafi,Hambali), disamping itu menjadi kemaslahatan umat islam itu sendiri




DAFTAR PUSTAKA

Ø  Zuhairini.Sejarah Pendidikan Islam.2006.Jakarta:Bumi Aksara.
Ø  Suwandi. Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam. 2004.Jakarta : PT. Raja Grafindo
Ø  Nizar,Samsul .Sejarah Pendidikan Islam.2009.Jakarta: Kencana
Ø  Djamal,Murni. Sejarah Pendidikan Islam. PUSTAKA SETIA. Jakarta. 1985.
Ø  http://cepkamal.wordpress.com/2010/02/02/pendidikan-islam-pada-masa-penjajahan.
Ø  suwandi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004.
Ø  http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/01/03/pendidikan-islam-pada-masa-penjajahan. (06:30)




















[1] Djamal,Murni. Sejarah Pendidikan Islam. PUSTAKA SETIA. Jakarta. 1985. Hal 143
[2] http://cepkamal.wordpress.com/2010/02/02/pendidikan-islam-pada-masa-penjajahan.
[3] suwandi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004. hal 80

[4] Mustofa, Abdullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. CV Pustaka Setia. Bandung. 1998. Hal 93
[5] Samsul Nizar,Sejarah Pendidikan Islam.2009.Jakarta: Kencana. hal.314
[6] Zuhairini.Sejarah Pendidikan Islam.2006.Jakarta:Bumi Aksara. hal.151
[7] Mustofa, Abdullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. CV Pustaka Setia. Bandung. 1998. Hal 102

No comments:

Post a Comment

Followers